Negara Berkorban Rp 362 Triliun per Tahun Demi Rakyat, Buat Apa Saja?

2 weeks ago 3

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut negara harus merelakan sekitar Rp 362,5 triliun per tahun dari penerimaan pajak untuk mengakomodasi kepentingan rakyat.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengungkapkan, belanja perpajakan (tax expenditure) yang harus dikorbankan tiap tahun besarannya cukup signifikan.

"Kita policy-nya kita akui ada yang kita sacrifice, itu lah yang disebut dengan tax expenditure. Itu lah yang disebut dengan expenditure gap, artinya dengan secara sengaja pemerintah memberikan fasilitas atau insentif kepada masyarakat," ujarnya dalam webinar Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Jakarta, Selasa (26/8/2025).

"Pada tahun 2023, total besaran insentif pajak yang seharusnya diterima oleh pemerintah tapi diberikan kembali pada masyarakat dalam bentuk pengecualian, pembebasan pajak, atau objek pajak yang tidak dipajaki, sebesar Rp 362 triliun per tahun. Atau, 1,73 persen dari PDB," dia menambahkan.

Jika dilihat dari penerima manfaatnya, Yon menyebut itu paling besar digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sekitar Rp 169 triliun.

"Termasuk di dalamnya itu adalah dalam bentuk pengecualian PPN atas pendidikan, barang kebutuhan pokok, kesehatan, dan sebagainya," ungkap dia.

"Sementara 23 persen digunakan untuk pembiayaan UMKM, termasuk pengecualian pada UMKM. Kemudian, 16,9 persen digunakan untuk mendukung investasi dan dunia bisnis sebesar 12,9 persen," bebernya.

Pengorbanan Pemerintah untuk UMKM

Lebih lanjut, Yon turut memberikan contoh pengorbanan pemerintah dari sisi perpajakan, yang banyak diberikan kepada para pelaku usaha UMKM.

"Misalnya contoh, dengan UKM yang Rp 500 juta ke bawah diberi fasilitas tidak membayar pajak. Atau, PPh final 0,5 persen bagi UKM-UKM dengan penghasilan Rp 4,8 miliar, atau PPh final untuk jenis sektor industri tertentu," sebutnya.

"Ini kan bagian dari insentif yang diberikan oleh pemerintah. Ini sebenarnya kita sadari, tapi itu pilihan policy dengan tujuan dan maksud tertentu," tegas Yon Arsal.

Pengamat: APBN Bisa Hemat Rp 170 Miliar Kalau DPR Bayar Pajak Sendiri

Sebelumnya, Polemik tunjangan dan fasilitas DPR kembali mengemuka setelah sorotan publik tertuju pada komponen PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah.

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik, UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengatakan, skema ini membuat pajak penghasilan anggota dewan tidak dibayar dari kantong pribadi, melainkan dari kas negara. Di tengah kondisi masyarakat yang terhimpit oleh kenaikan harga pangan, transportasi, hingga biaya hunian, isu ini dinilai mencederai rasa keadilan fiskal.

"Di saat yang sama, masyarakat menghadapi tekanan daya beli akibat harga pangan, transportasi, dan biaya hunian yang merangkak naik. Ketegangan empati fiskal pun tak terhindarkan ketika kantong rakyat kian sempit, mengapa pajak pribadi pejabat harus ikut dibiayai rakyat?," kata Achmad dikutip dari keterangannya, Kamis (21/8/2025).

Achmad mengatakan jika skema pajak ditanggung pemerintah dihapus, potensi penghematan APBN cukup signifikan. Untuk komponen “tunjangan PPh 21” sebesar Rp 2,699 juta per anggota DPR per bulan, negara bisa menghemat sekitar Rp18,79 miliar per tahun. Jumlah ini memang relatif kecil secara makro, tetapi besar secara simbolik karena menyangkut keadilan.

Pengamat: Pajak per Anggota Bisa Naik ke Rp 292,8 juta per Tahun

"Jika hanya komponen “Tunjangan PPh 21” DPR sebesar Rp 2,699 juta per bulan yang dihentikan, APBN menghemat sekitar Rp18,79 miliar per tahun (Rp2,699 juta × 12 × 580). Angka ini mungkin kecil secara makro, tetapi besar secara simbolik pesan bahwa keadilan fiskal dimulai dari pucuknya," jelasnya.

Perhitungan lebih besar terlihat saat seluruh PPh 21 dipotong dari gaji dan tunjangan anggota DPR. Dengan penghasilan rata-rata Rp51,4 juta per bulan, pajak yang seharusnya dibayarkan masing-masing anggota mencapai sekitar Rp112,8 juta per tahun. Jika dikalikan 580 anggota DPR, total penghematan bisa mencapai Rp65,4 miliar per tahun.

"Dengan PTKP lajang dan tarif progresif yang berlaku saat ini, PPh 21 per anggota kira-kira Rp 112,8 juta per tahun, sehingga untuk 580 anggota menjadi sekitar Rp 65,4 miliar per tahun," ujarnya.

Jumlah itu melonjak drastis jika wacana tunjangan rumah Rp50 juta per bulan dimasukkan dalam penghasilan kena pajak. Dalam skema tersebut, pajak per anggota bisa naik ke Rp 292,8 juta per tahun, sehingga totalnya mendekati Rp 170 miliar per tahun. Angka yang jelas sangat berarti bagi ruang fiskal negara.

Read Entire Article
Bisnis | Football |