Liputan6.com, Jakarta Di bawah terik matahari California yang mencapai 30 derajat Celsius, PSG justru tampil gemilang menghancurkan Atletico Madrid 4-0. Hanya 15 hari setelah menjuarai Champions League, tim asuhan Luis Enrique ini membuktikan kelas dunia mereka.
Dengan kondisi cuaca ekstrem, PSG mengubah total gaya bermain mereka. Alih-alih pressing tinggi dan serangan cepat, mereka memilih menguasai bola dengan tempo lebih lambat namun tetap mematikan.
Kemenangan ini semakin mengukuhkan PSG sebagai tim paling adaptif di Eropa. Bagaimana mereka mengubah cuaca panas yang seharusnya menjadi hambatan justru menjadi senjata ampuh? Berikut analisis lengkapnya.
Taktik 'Jalan Santai' PSG yang Mematikan
PSG sengaja mengurangi intensitas permainan mereka untuk beradaptasi dengan cuaca California. Alih-alih pressing tinggi seperti biasa, mereka memilih menguasai bola dengan 817 umpan sukses - hampir empat kali lipat Atletico (275).
"Kondisinya sangat sulit," akui Vitinha yang wajahnya memerah akibat panas. "Namun, lebih sulit lagi untuk Atletico yang terus mengejar bola." Gelandang Portugal ini sering turun ke lini belakang untuk memungkinkan Nuno Mendes dan Hakimi maju membantu serangan.
Dengan hanya 10 umpan silang dan 1 umpan panjang setiap 16 umpan, PSG memainkan bola pendek-pendek untuk meminimalkan jarak antar pemain. Hasilnya? Atletico hanya bisa membuat 3 intersep sepanjang pertandingan.
Pola Serangan PSG yang Tak Terbendung
Gol pertama PSG berasal dari pola khas Luis Enrique. Setelah memaksa Oblak mengumpan panjang, mereka membangun serangan selama hampir 1 menit penuh sebelum Fabian Ruiz melepaskan tembakan dari luar kotak penalti.
Senny Mayulu, pencetak gol kelima di final Champions League, kembali mencetak gol sebagai pemain pengganti. "Kami harus beradaptasi," kata Mayulu tentang kondisi lapangan tanpa atap dan cuaca ekstrem.
Lee Kang-in menyempurnakan kemenangan lewat titik penalti, menunjukkan kedalaman skuad PSG. Tanpa Dembele sebagai false nine, mereka tetap mampu menciptakan 4 gol lewat variasi serangan yang sulit ditebak.
Filosofi Luis Enrique: Bertahan dengan Menguasai Bola
Data SkillCorner mengungkap fakta menarik: PSG termasuk tim dengan total jarak lari terendah di lima liga top Eropa musim lalu. Mereka lebih memilih "bertahan" dengan memegang penguasaan bola ketimbang mengejar lawan.
Seperti diungkapkan Cesar Azpilicueta sebelum laga: "Mereka hidup dengan bola. Itu filosofi Luis Enrique. Mereka memaksa Anda tetap fokus karena selalu mencari celah sekecil apapun."
Luis Enrique sendiri mengakui kesulitan bermain di cuaca ekstrem: "Jadwal pertandingan yang bagus untuk penonton Eropa, tapi tim-tim sangat menderita." Namun PSG justru menunjukkan bahwa dengan adaptasi tepat, kondisi apapun bisa diatasi.
Masa Depan PSG Pasca Gelar Champions League
Pertanyaan tentang ambisi PSG pasca meraih Champions League dijawab Luis Enrique dengan bijak: "Babak baru dimulai di mana kami harus membuktikan bisa terus berevolusi."
Kemenangan atas Atletico menjadi bukti nyata kedewasaan tim ini. Dengan skuad yang seimbang antara bintang muda seperti Mayulu, Doue dan veteran seperti Donnarumma, PSG siap mendominasi sepakbola Eropa dalam beberapa tahun ke depan.
Pertunjukan di California mungkin tidak se-"Hollywood" seperti final di Munchen, tapi cukup untuk menunjukkan bahwa PSG kini lebih dari sekadar tim kaya - mereka adalah mesin sepakbola yang hampir sempurna.