Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memastikan bahwa pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) segera diteken Presiden Prabowo Subianto. Aturan ini dalam bentuk peraturan presiden (Perpres).
Bahkan, pemgumuman pemberian THR untuk ASN ini akan diumumkan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto.
"Kalau tanya THR, Bapak Presiden sedang dalam proses untuk menyelesaikan ya Perpresnya. Nanti beliau yang akan mengumumkan, oke," kata Sri Mulyani dikutip pada Senin (10/3/2025).
THR adalah singkatan dari Tunjangan Hari Raya. Ini merupakan tambahan penghasilan yang biasanya diberikan oleh perusahaan kepada karyawan menjelang hari raya keagamaan, seperti Idulfitri atau Natal, sebagai bentuk apresiasi dan untuk membantu kebutuhan perayaan.
THR merupakan singkatan dari Tunjangan Hari Raya. Ini adalah tambahan pendapatan yang diberikan perusahaan kepada karyawannya sebelum Idul Fitri. THR merupakan hak yang dilindungi undang-undang, bukan sekadar bonus.
Tradisi ini bermula tahun 1951 untuk PNS, lalu meluas ke sektor swasta, mencakup pekerja kontrak dan harian lepas. Pemberian THR diatur pemerintah, memastikan karyawan menerima haknya menjelang Lebaran.
Ketentuan pemberian THR meliputi besaran minimal satu kali gaji (proporsional jika masa kerja kurang dari 12 bulan), waktu pembayaran paling lambat 7 hari sebelum Lebaran (swasta), dan penerimanya adalah karyawan dengan masa kerja minimal satu bulan.
Sanksi bagi perusahaan yang menunda pembayaran THR diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pemotongan THR diperbolehkan jika karyawan berutang pada perusahaan, tetapi maksimal 50% dari total THR. THR juga memiliki makna sosial sebagai bentuk kepedulian dan berbagi, melebihi sekadar kewajiban hukum.
Sejarah THR menunjukkan evolusinya dari uang persekot PNS tahun 1951 menjadi kewajiban hukum bagi perusahaan swasta. Perubahan istilah dari 'Hadiah Lebaran' menjadi 'Tunjangan Hari Raya' (THR) pada tahun 1994 menandai pengakuan formal atas hak karyawan ini.
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 semakin memperkuat aturan dan perlindungan terkait THR. Tradisi ini telah melekat dalam budaya Indonesia, tidak hanya di lingkungan kerja tetapi juga keluarga dan masyarakat luas.
Sejarah Panjang THR Lebaran di Indonesia
THR, awalnya diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada tahun 1951 sebagai uang persekot atau pinjaman. Seiring waktu, THR berkembang menjadi kewajiban hukum bagi perusahaan swasta dan diperluas kepada berbagai jenis pekerja. Perubahan istilah dari 'Hadiah Lebaran' menjadi 'Tunjangan Hari Raya' (THR) pada tahun 1994 menandai pengakuan formal atas hak karyawan ini. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 memberikan pengaturan yang lebih detail dan komprehensif mengenai THR.
Perkembangan ini menunjukkan bagaimana THR telah berevolusi dari sekadar pemberian tambahan menjelang Lebaran menjadi hak yang dilindungi undang-undang. Hal ini mencerminkan perubahan dalam hubungan industrial dan peningkatan kesadaran akan hak-hak pekerja di Indonesia.
Tradisi pemberian THR tidak hanya terbatas pada hubungan formal antara perusahaan dan karyawan. THR juga diberikan dalam lingkup keluarga dan masyarakat sebagai bentuk silaturahmi dan berbagi kebahagiaan di momen Lebaran. Hal ini menunjukkan dimensi sosial dan kultural yang penting dari tradisi THR di Indonesia.
Aturan dan Ketentuan THR Lebaran
Besaran THR minimal satu kali gaji bulanan, dihitung proporsional berdasarkan rata-rata upah bulanan jika masa kerja kurang dari 12 bulan. Perusahaan dapat memberikan lebih dari ketentuan minimal jika tercantum dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Waktu pembayaran paling lambat 7 hari sebelum Lebaran untuk perusahaan swasta, dan paling cepat 10 hari sebelum Lebaran untuk PNS dan aparatur negara. Karyawan yang bekerja berdasarkan PKWT atau PKWTT dengan masa kerja minimal satu bulan berhak menerima THR. Karyawan yang dipindahkan ke perusahaan lain dengan keberlanjutan masa kerja juga berhak atas THR jika belum menerimanya di perusahaan sebelumnya.
Perusahaan yang menunda pembayaran THR dapat dikenai sanksi sesuai peraturan perundang-undangan. Pemotongan THR diperbolehkan jika karyawan berutang pada perusahaan, tetapi tidak boleh melebihi 50% dari total THR.
Makna Sosial dan Ekonomi THR Lebaran
THR memiliki makna sosial yang mendalam sebagai bentuk kepedulian dan kasih sayang, terutama dalam konteks Lebaran. Pemberian THR tidak terbatas pada hubungan kerja formal, tetapi juga terjadi dalam lingkup keluarga dan masyarakat.
Dari sisi ekonomi, THR memberikan dampak positif dengan meningkatkan daya beli masyarakat menjelang Lebaran. Banyak orang menggunakan THR untuk memenuhi kebutuhan seperti pakaian baru, makanan khas Lebaran, atau persiapan mudik. Hal ini mendorong peningkatan aktivitas ekonomi di berbagai sektor.
Selain untuk konsumsi, THR juga dapat dimanfaatkan sebagai tabungan atau investasi. Ini menunjukkan bahwa THR tidak hanya sekadar uang tambahan, tetapi juga dapat berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan jangka panjang.
Dalam perspektif Islam, pemberian THR dapat dikategorikan dalam beberapa konteks hukum yang berbeda tergantung pada situasi dan kondisinya. Sebagai tunjangan dari perusahaan, THR masuk dalam kategori hak pekerja yang wajib dipenuhi sesuai kesepakatan kerja dan peraturan yang berlaku. Ketika berbicara tentang tradisi memberi 'THR' atau angpau Lebaran dalam konteks sosial, hal ini masuk dalam kategori hadiah atau hibah.
Kesimpulannya, THR Lebaran merupakan tradisi yang kaya makna, baik secara hukum, sosial, maupun ekonomi. Tradisi ini telah menjadi bagian integral dari budaya Indonesia dan terus berevolusi seiring perkembangan zaman.