Liputan6.com, Jakarta Shell Indonesia mengumumkan bahwa stok bahan bakar minyak (BBM) jenis Shell Super sudah tersedia di seluruh stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) per 7 September 2025.
"Per 7 September 2025 pagi, produk Shell Super bisa ditemukan di SPBU Shell," dikutip dari Antara, Senin (8/9/2025).
Sebelumnya, sejak pertengahan Agustus 2025, sejumlah jaringan SPBU yang dikelola swasta, yakni Shell dan BP-AKR, tidak lagi menjual beberapa jenis BBM.
Meski Shell Super sudah mulai tersedia di SPBU, namun produk bensin lainnya seperti Shell V-Power dan Shell V-Power Nitro+ masih belum tersedia.
Di sisi lain, produk Shell V-Power Diesel juga tersedia.
"Mohon dapat dipahami bahwa informasi ini diperbarui setiap pagi dan dapat terus bergerak," sebut pernyataan tersebut.
Sebelumnya, Shell Indonesia menyampaikan produk bensinnya tidak tersedia di beberapa jaringan SPBU hingga waktu yang belum dapat dipastikan.
Namun, Shell tetap melayani para pelanggan dengan produk dan layanan lainnya termasuk Shell Select, Shell Recharge, bengkel, dan pelumas Shell.
Sementara, menanggapi kelangkaan BBM di SPBU swasta, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mempersilakan Shell dan BP untuk membeli BBM dari Pertamina.
Bahlil menyampaikan Kementerian ESDM sudah memberikan kuota impor BBM tambahan untuk SPBU swasta sebesar 10 persen dibandingkan kuota impor BBM pada 2024.
Apabila SPBU swasta masih kekurangan BBM untuk disalurkan, Bahlil menyarankan agar membelinya ke Pertamina dan tidak mengandalkan impor.
Stok BBM Swasta Kosong, Wamen ESDM Ungkap Penyebabnya
Sebelumnya, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menyebut ada peralihan pengguna bahan bakar minyak (BBM) subsidi ke nonsubsidi, termasuk ke produk swasta.
Hal ini menyebabkan lonjakan penggunaan di SPBU swasta dan berujung pada kosongnya stok di sejumlah daerah.
Dia mengamini adanya peralihan konsumsi BBM subsidi di Pertamina ke produk nonsubsidi karena sejumlah syarat. Misalnya, perlunya pendaftaran hingga spesifikasi kendaraan yang tidak sesuai jika menggunakan BBM subsidi seperti Pertalite.
"Jadi untuk peningkatan itu karena ada shifting juga. Ini Pertamina mewajibkan menggunakan QR Code Pertamina. Itu sementara masyarakat karena itu perlu mendaftar, kemudian mereka juga mungkin itu CC kendaraannya tidak sesuai, jadi terjadi shifting itu yang tadinya dari subsidi Pertalite itu menjadi nonsubsidi," terang Yuliot, ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (3/9/2025).
Dia mencatat, ada peralihan sekitar 1,4 juta kiloliter dari pengguna Pertalite ke produk BBM nonsubsidi. Selain ke produk nonsubsidi Pertamina, peralihan juga terjadi ke BBM swasta.
Perkiraan Peralihan
"Menurut hitungan kami itu shifting yang terjadi itu sekitar 1,4 juta kiloliter. Jadi yang ini BBM jadi, Ke nonsubsidi. Jadi itu yang menyebabkan itu ada peningkatan permintaan untuk badan usaha swasta," ujar dia.
Sejumlah SPBU swasta seperti Shell dan BP-AKR tak menjual beberapa produk BBM-nya. Pasalnya, stok BBM itu kosong karena peningkatan konsumsi.
ESDM Panggil Pertamina Cs
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) akan memanggil badan usaha penyedia bahan bakar minyak (BBM).
Tujuannya melakukan sinkronisasi menyusul stok BBM di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta kosong dalam beberapa waktu terakhir.
Sinkronisasi Impor BBM
Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung mengatakan, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) akan mengumpulkan PT Pertamina (Persero), Shell Indonesia, hingga BP-AKR. Tujuannya melakukan sinkronisasi impor BBM untuk kebutuhan stok dalam negeri.
"Pak Menteri ESDM sudah menyampaikan bahwa ini disinkronkan untuk proses impor antara PT Pertamina dengan badan usaha. Dan juga sudah ada arahan kepada Dirjen Migas untuk segera dikumpulkan, ini segera dirapatkan, itu antara Pertamina sama badan usaha yang memerlukan impor," ungkap Yuliot, ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (3/9/2025).
Kantongi Data Impor BBM
Dia mengaku telah mendapat data total impor BBM yang dilakukan pelaku usaha. Baik oleh Pertamina, Shell, hingga BP-AKR. Jumlah impor ini akan disinkronisasi antara BUMN dan badan usaha swasta.
"Ini kita juga memperhatikan neraca komoditas, itu jangan sampai neraca komoditas yang sudah disepakati itu juga ada kelebihan," ia menambahkan.