Gennaro Gattuso: Nama dan Wajah yang Lekat dengan Perjuangan Penuh Darah dan Keringat Italia di Piala Dunia 2006

3 months ago 25

Liputan6.com, Jakarta Saat kabar itu datang pada 15 Juni 20205, rasa nostalgia segera memenuhi benak para pecinta sepak bola. Gennaro Gattuso resmi ditunjuk sebagai pelatih kepala Timnas Italia, menggantikan Luciano Spalletti yang didepak mendadak. Bukan rekam jejaknya sebagai pelatih yang langsung jadi perhatian, melainkan semangat juangnya dua dekade silam.

Gattuso mungkin belum mencetak prestasi gemilang di bangku pelatih, tapi bagi publik Italia, ia tetap simbol semangat Azzurri sejati. Nama dan wajahnya lekat dengan perjuangan penuh darah dan keringat di Piala Dunia 2006, saat Italia berdiri paling atas di dunia. Ia bukan sekadar pemain, tapi fondasi emosional dari skuad juara itu.

Musim panas Jerman 2006 menjadi pentas keabadian bagi Gattuso. Bukan hanya karena ia starter di semua laga, tetapi karena setiap tekel, intersepsi, dan teriakannya menjadi denyut nadi permainan Italia. Sejak laga pertama hingga final, Gattuso tak pernah memberi ruang bagi lawan untuk bernapas lega.

Poros Mesin di Tengah Kejeniusan Taktik Lippi

Marcello Lippi datang ke Jerman 2006 dengan membawa rencana besar. Di tengah tekanan publik dan krisis Calciopoli yang mengguncang Serie A, Lippi membangun sebuah sistem bermain yang tak hanya revolusioner, tapi juga efektif. Andrea Pirlo dan Francesco Totti jadi seniman, Gattuso jadi tukang bangunan yang memastikan panggung tetap berdiri.

Formasi 4-4-2 yang Lippi rancang tidak kaku. Ia memanfaatkan kejeniusan Pirlo sebagai regista dan kreativitas Totti di ruang antarlini. Namun, tanpa Gattuso, semuanya akan runtuh. Ia menjadi jembatan dari lini belakang ke tengah, dari tengah ke serangan. Saat Pirlo mengatur tempo dan Totti mencari celah, Gattuso-lah yang menjaga ritme dan kedalaman.

Pentingnya peran Gattuso terlihat dari catatan statistik. Ia memenangkan 47 tekel sepanjang turnamen—tertinggi dari semua pemain—mengungguli Patrick Vieira yang 'hanya' mencatatkan 36. Di tengah sorotan pada para maestro, Gattuso adalah pekerja keras yang menjaga semuanya tetap hidup.

Simfoni Vertikal dari Seorang Gladiator

Di balik permainan vertikal Italia yang efisien, Gattuso memainkan peran vital dalam distribusi bola dan progresi ruang. Saat kiper memulai serangan dari belakang, bola bisa saja langsung menuju Pirlo atau Gattuso. Meski bukan playmaker utama, Gattuso punya keberanian untuk mengambil bola di bawah tekanan dan membawa bola maju.

Dalam fase build-up, Gattuso seringkali naik ke ruang antar lini, memberikan bentuk 4-3-3 sementara yang menambah keunggulan jumlah di sisi tertentu. Kombinasinya dengan Totti yang turun ke half-space menciptakan dilema bagi lini belakang lawan. Tidak ada satu titik fokus karena semua bergerak, semua terkoneksi.

Ia bukan hanya petarung, tapi juga pelari vertikal. Kemampuannya menyesuaikan diri dalam struktur menyerang membuat Italia mampu meregangkan lawan. Saat winger masuk ke ruang tengah, Gattuso menjaga keseimbangan. Ketika striker Luca Toni menarik bek keluar, Gattuso membuka ruang lain. Gerakannya bukan insting semata, tapi hasil dari kecerdasan membaca dinamika.

Pahlawan Kelas Pekerja di Negeri Pizza

Seluruh Italia melihat Gattuso sebagai representasi kelas pekerja. Sosok berjenggot itu bukan sekadar gelandang bertahan; ia adalah simbol dari semangat rakyat biasa. Di ruang ganti, ia jadi motivator. Di lapangan, ia jadi inspirator. Tak heran jika FIFA memasukkannya ke dalam Tim Terbaik Turnamen.

Di balik kecemerlangan Pirlo dan Totti, ada Gattuso yang menjaga struktur tetap utuh. Tanpanya, permainan Italia akan terputus dan statis. Gattuso bukan pesepak bola yang sering muncul di highlight, tapi ia adalah alasan mengapa highlight itu bisa terjadi.

Saat Italia mengangkat trofi Piala Dunia pada 9 Juli 2006 dini hari WIB, Gattuso tidak hanya mengangkat piala. Ia mengangkat harga diri sebuah bangsa yang sedang terluka. “Kami bukan tim bintang, kami tim pekerja,” katanya waktu itu. Kalimat itu mencerminkan siapa dirinya, dan kenapa Italia mencintainya.

Kembali ke Azzurri, Dengan Semangat Lama

Kini, dua puluh tahun berselang, Gattuso kembali ke tim nasional. Bukan sebagai gelandang pelapis, bukan sebagai asisten, tapi sebagai pelatih kepala. Dunia mungkin skeptis, tapi Italia tahu: pria ini lahir untuk menderita demi kemenangan. Ia pernah melakukannya, dan mungkin akan melakukannya lagi.

Tantangan yang dihadapinya jelas tak ringan. Generasi baru Italia penuh bakat, tapi minim pengalaman. Gattuso harus meramu semangat lama dengan wajah-wajah baru. Ia harus menanamkan kembali rasa lapar dan keberanian untuk menembus batas.

Meski belum ada jaminan trofi, satu hal yang pasti: Gattuso akan menuntut totalitas. Dari dirinya sendiri, dari stafnya, dan dari para pemainnya. Sebab, bagi Gattuso, sepak bola bukan tentang gaya—tapi tentang kerja, tentang pengorbanan, dan tentang memberi segalanya untuk seragam yang dipakai.

Read Entire Article
Bisnis | Football |