Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus USD 160 juta pada April 2025. Angka ini menjadi nilai surplus terendah sejak Mei 2020, meskipun menjaga tren selama 60 bulan berturut-turut.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini menyampaikan angka surplus bulanan itu menjadi yang terendah sejak 5 tahun terakhir atau tepatnya Mei 2020 lalu.
"Jadi secara bulanan surplus bulan April 2025 ini merupakan surplus terendah sejak Mei 2020," kata Pudji dalam konferensi pers Rilis Berita Resmi Statistik, Senin (2/6/2025).
Dia turut menyampaikan faktor yang membuat neraca perdagangan RI rendah pada April 2025. Diantaranya adanya penurunan nilai ekspor sebesar 10,77 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Pada saat yang sama, terjadi kenaikan nilai impor 8,8 persen secara bulanan dari Maret 2025 ke April 2025.
"Jadi rendahnya neraca perdagangan Indonesia di bulan April 2025 disebabkan adanya penurunan nilai ekspor sebesar 10,77 persen dibandingkan Maret 2025. Sedangkan nilai impornya mengalami peningkatan 8,80 persen secara month to month," terangnya.
Neraca Dagang RI Suprlus
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan surplus neraca perdagangan Indonesia pada April 2025 sebesar USD 160 juta. Hal ini memperpanjang catatan surplus neraca perdagangan selama 60 bulan berturut-turut.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini menyampaikan capaian positif tersebut per April 2025.
"Pada April 2025, neraca perdagangan barang mencatat surplus sebesar 0,16 miliar US dollar dan perdagangan Indonesia telah mencatat surplus selama 60 bulan berturut-turut sejak Mei 2020," kata Pudji dalam Rilis Berita Res Statistik, Senin (2/6/2025).
Ditopang Komoditas Non Migas
Dia menjelaskan lebih lanjut, surplus neraca perdagangan RI ini ditopang paling besar dari komoditas non minyak dan gas bumi (migas). Besaran surplusnya mencapai USD 1,51 miliar
"Surplus pada April 2025 ini lebih ditopang oleh surplus pada komoditas non migas yaitu sebesar 1,51 miliar US Dollar," kata dia.
BPS mencatat komoditas penyumbang surplus utama non migas ini adalah Bahan bakar mineral atau HS 27, kemudian lemak dan minyak hewani atau nabati atau HS 15 serta besi dan baja atau HS 72.
Neraca Dagang Migas Defisit
Sementara itu, Pudji menyampaikan neraca perdagangan migas RI mengalami defsit USD 1,35 miliar.
Penyumbang defisit terbesar yakni komoditas hasil minyak dan minyak mentah.
"Pada saat yang sama, neraca perdagangan migas tercatat defisit 1,35 miliar US Dollar dengan komoditas penyumbang defisitnya adalah hasil minyak dan minyak mentah," terangnya.