OJK Buka Suara Soal Dugaan Praktik Kartel oleh AFPI

4 days ago 7

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) buka suara terkait dugaan praktik kartel oleh AFPI. Di mana AFPI mengklaim tindakan mereka untuk membatasi suku bunga dilakukan atas permintaan OJK.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (KE PVML) OJK, Agusman menuturkan, pengaturan batas maksimum manfaat ekonomi (suku bunga) Pindar oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sebagai bagian dari ketentuan Kode Etik (Pedoman Perilaku) sebelum terbitnya SEOJK No.19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan LPBBTI, merupakan arahan OJK pada saat itu yang selanjutnya ditegaskan dalam Surat OJK Nomor S-408/NB.213/2019 tanggal 22 Juli 2019. 

"Penetapan batasan manfaat ekonomi oleh AFPI tersebut dilakukan dalam rangka memberikan pelindungan kepada masyarakat dari suku bunga tinggi, menjaga integritas industri Pindar, serta membedakan pinjaman online legal (Pindar) dengan yang illegal (Pinjol),” kata Agusman dikutip dari jawaban tertulisnya, Kamis (11/9/2025).

Sebagaimana Pasal 84 POJK 40/2024, asosiasi (dalam hal ini AFPI) berperan membangun pengawasan berbasis disiplin pasar untuk penguatan dan/atau penyehatan Penyelenggara serta membantu mengelola pengaduan konsumen/masyarakat. 

"Dalam kaitan ini, AFPI diminta untuk turut membantu menertibkan anggotanya memenuhi seluruh ketentuan yang berlaku, termasuk ketentuan yang terkait dengan batas maksimum manfaat ekonomi,” ujarnya.

OJK Cermati Proses Hukum Dugaan Pelanggaran Kartel Bunga

Selanjutnya, penyesuaian batasan manfaat ekonomi Pindar telah diatur dalam SEOJK Nomor 19/SEOJK.06/2025 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, yang diharapkan dapat mendorong akses keuangan yang sehat, berkelanjutan, dan sesuai prinsip kehati-hatian.

OJK mencermati dan menghormati jalannya proses hukum terkait dugaan pelanggaran kartel bunga dan berkomitmen untuk terus menjaga integritas dan iklim persaingan usaha yang sehat dalam industri Pindar.

“Kepercayaan masyarakat tetap terjaga terhadap industri Pindar yang ditunjukkan dengan peningkatan outstanding pendanaan Pindar per Juli 2025 menjadi sebesar Rp84,66 triliun dengan TWP90 tetap terjaga di posisi 2,75%,” ujar Agusman.

AFPI Bantah Soal Kesepakatan Harga Bunga Pinjol

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menegaskan platform pinjaman daring (Pindar) atau lebih dikenal pinjol tidak pernah melakukan kesepakatan harga di tahun 2018, sebagaimana dugaan yang dilayangkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Ketua Bidang Hubungan Masyarakat AFPI Kuseryansyah, mengatakan pihaknya menyampaikan bahwa Surat Keputusan (SK) Code of Conduct Asosiasi yang disebut sebagai alat bukti kesepakatan antar platform oleh KPPU juga telah dicabut pada 8 November 2023, sesuai tanggal mulai berlakunya SEOJK 19-SEOJK.06-2023 yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Kami ingin menegaskan bahwa tidak pernah ada kesepakatan penetapan batas maksimum manfaat ekonomi (suku bunga) antar platform di 2018-2023. Pasca ditetapkannya SEOJK 19-SEOJK.06-2023 yang berlaku di akhir 2023, kami telah mencabut Code of Conduct dan patuh pada regulasi," kata Kuseryansyah dalam konferensi AFPI di Jakarta, Rabu (27/8/2025).

Pinjaman Online Warga Indonesia Tembus Rp 82,59 Triliun

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pembiayaan melalui platform pinjaman daring (pindar) masih menunjukkan pertumbuhan yang baik hingga Mei 2025. Total pembiayaan di sektor ini mencapai Rp 82,59 triliun, menunjukkan tren positif dalam sektor keuangan digital.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman, menjelaskan bahwa piutang pembiayaan perusahaan pembiayaan juga mengalami pertumbuhan sebesar 2,83% secara tahunan. Angka tersebut mencapai Rp 504,58 triliun per Mei 2025.

Selain itu, Agusman menegaskan bahwa kondisi risiko perusahaan pembiayaan tetap terkendali. Hal ini tercermin dari rasio non-performing financing (NPF) gross sebesar 2,57% dan NPF net 0,88%.

"Profil risiko perusahaan pembiayaan terjaga dengan rasio non-performing financing atau NPF gross tercatat sebesar 2,57% dan NPF net 0,88%," kata Agusman dalam Konferensi Pers RDKB Juni 2025, Selasa (8/7/2025).

Sejalan dengan hal tersebut, OJK mencatat Gearing ratio perusahaan pembiayaan tercatat sebesar 2,20 kali atau berada di bawah batas maksimum sebesar 10 kali.

Read Entire Article
Bisnis | Football |