Liputan6.com, Jakarta Pada semester pertama tahun 2025, PT Pertamina (Persero) mampu meningkatkan kinerja operasional dan menjaga kinerja keuangan tetap positif. Penguatan kinerja operasional Pertamina dilakukan dalam rangka mendorong tercapainya swasembada energi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi Indonesia, sesuai target Asta Cita Pemerintah Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri bersama seluruh jajaran direksi Holding dan Subholding Pertamina, pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, di Jakarta, Kamis 11 September 2025.
Hingga Juli 2025, Simon mengungkapkan, Pertamina berhasil menjaga produksi migas di atas 1 juta barrel setara minyak per hari (BOEPD). Pertamina juga berhasil meningkatkan cadangan migas baru untuk mendukung ketahanan energi secara berkelanjutan.
“Pertamina mencatat beberapa capaian, di antaranya temuan cadangan migas baru sebesar 724 juta barrel setara minyak (MMBOE) di wilayah kerja Rokan,” ujar Simon.
Simon menegaskan, pada periode paruh pertama tahun 2025, Pertamina telah berhasil menjalankan berbagai program strategis seperti memproduksi Sustainable Aviation Fuel (SAF) pertama di Asia Tenggara dengan kapasitas produksi 9,000 Barrel per Day, pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lumut Balai dengan kapasitas 800 GWh serta revitalisasi tangki Arun dengan kapasitas 127.200 m³ yang ditargetkan selesai pada akhir 2025.
“Pertamina SAF merupakan bahan bakar pesawat berkelanjutan yang dihasilkan melalui teknologi co-processing antara Kerosene (minyak tanah) dan Used Cooking Oil (UCO) atau minyak jelantah. Ekosistem bisnis UCO SAF bukan hanya mendukung swasembada energi nasional namun juga mampu mendorong perekonomian mikro dan ekonomi sirkuler,” tandas Simon.
Program Strategis Lain
Program strategis lainnya adalah menjalankan proyek Palawan di Filipina dengan kapasitas 285 MW serta meluncurkan Pertamax Green 95 di 160 outlet dengan volume penjualan 4,83 ribu KL sampai dengan bulan Juli 2025.
Pertamina juga berhasil menjaga kinerja keuangan tetap positif meskipun menghadapi penurunan parameter yang signifikan pada harga minyak mentah, solar, dan kurs Dolar AS dibandingkan dengan periode 2024.
Simon mengungkapkan, hingga Juli 2025, Pertamina mencatat pendapatan USD 40,9 miliar atau setara Rp 672 Triliun, dengan EBITDA USD 6,2 miliar (setara Rp 102,8 Triliun).
“Pertamina mampu mempertahankan kinerja keuangan dan operasional yang handal melalui berbagai upaya dan respon strategis,” tambahnya.
Pertamina sebagai perusahaan energi nasional berkomitmen mendukung target Net Zero Emission 2060 melalui program-program berkelanjutan yang berdampak nyata bagi pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), sejalan dengan penerapan prinsip Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasinya.
Pemerintah Uji Kelayakan Komersial Hidrogen Hijau di Ulebelu Lampung
Sebelumnya, pemerintah bersama PT Pertamina Geothermal Energy Tbk telah melakukan peletakan batu pertama (groundbreaking) pemanfaatan panas bumi untuk memproduksi energi hijau di Ulebelu, Lampung. Adapun uap panas bumi dari Ulebelu selama ini sudah dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk mengaliri listrik.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menegaskan, pemanfaatan panas bumi sebagai energi primer untuk memproduksi hidrogen hijau jadi langkah strategis. Sekaligus menempatkan Indonesia selangkah lebih dekat dengan tujuan ketahanan energi nasional.
"Green Hydrogen diyakini akan menjadi game changer dalam transisi energi global karena sifatnya yang fleksibel dan dapat menjadi komoditas ekspor di masa depan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (10/9/2025).
Tak hanya sekadar infrastruktur, proyek di Ulubelu ini dirancang sebagai laboratorium energi bersih. Sehingga operasi dari empat unit PLTP di Ulubelu berkapasitas total 220 MW tidak menambah emisi karbon.
"Sebuah tempat di mana teknologi diuji, pengalaman diraih, dan pembelajaran diperoleh untuk kemudian direplikasi di berbagai wilayah Indonesia," imbuh Yuliot.
Tempat Uji Kelayakan Komersial
Yuliot menambahkan, kegiatan operasional telah mengikuti operasi standar Health, Safety, Security, and Environment (HSSE) Pertamina Group dan diawasi ketat sesuai regulasi pemerintah. Sehingga fasilitas ini diposisikan aman dan ramah lingkungan.
"Saya yakin, pengalaman dan pembelajaran dari proyek ini akan menjadi best practice dan referensi untuk direplikasikan di wilayah lain," tutur dia.
Proyek pilot hidrogen hijau di Ulubelu bertujuan sebagai tempat uji kelayakan komersial. Mulai dari biaya, efisiensi teknologi, hingga model bisnis. Meskipun biayanya kini lebih tinggi ketimbang hidrogen fosil (grey hidrogen), upaya peningkatan skala dan kebijakan diharapkan menurunkan biaya hidrogen hijau agar lebih kompetitif.
Pemilihan Ulubelu bukan tanpa alasan. Infrastruktur panas bumi yang sudah mapan, pasokan listrik bersih yang stabil, ketersediaan cooling tower untuk kondensat, serta posisi yang dekat dengan jalur distribusi Sumatera-Jawa membuat lokasi ini cocok untuk menguji integrasi hidrogen ke jaringan energi dan pasar industri.