Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, menyoroti perjalanan panjang ekonomi Indonesia yang sempat melaju kencang sebelum krisis 1998. Rata-rata pertumbuhan ekonomi kala itu bisa berada di kisaran 6,5 hingga 6,7 persen. Angka tersebut menunjukkan potensi besar yang dimiliki Indonesia untuk tumbuh lebih cepat.
"Kita melihat tren pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. Itu sebelum krisis 1998 mungkin rata-ratanya di atas 6,5 persen sampai 6,7 persen," kata Purbaya dalam acara Great Lecture, di Jakarta, Kamis (11/9/2025).
Namun, setelah krisis moneter 1998, tren pertumbuhan Indonesia berubah drastis. Sejak saat itu, perekonomian seperti terjebak pada angka 5 persen.
"Tapi setelah krisis 1998 kita gak bisa lari dari 5 persen terlalu tinggi. Kenapa? Apakah karena kita potensi pertumbuhannya tiba-tiba hilang? Atau karena kesalahan kebijakan?," tanya Purbaya.
Pertanyaan Purbaya itu menjadi dasar evaluasi bagi pemerintah. Menkeu menilai, memahami akar masalah menjadi penting agar Indonesia tidak terus-menerus berada dalam kondisi pertumbuhan menengah yang stagnan.
Ia menegaskan, jika Indonesia ingin menjadi negara maju, jalan satu-satunya adalah memperbaiki arah kebijakan fiskal dan moneter, sehingga dapat membuka ruang pertumbuhan lebih tinggi secara konsisten.
Resiko Terjebak Middle Income Trap
Purbaya mengingatkan, jika Indonesia hanya puas dengan pertumbuhan ekonomi 5 persen, maka negeri ini akan sulit keluar dari jebakan kelas menengah atau middle income trap.
Menurutnya, pengalaman negara-negara maju membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi dua digit selama lebih dari 10 tahun menjadi syarat untuk bisa naik kelas.
"Padahal kita tau untuk menjadi negara maju, dimana suatu negara keluar dari apa yang disebut middle income trap, suatu negara perlu tumbuh double digit selama lebih dari 10 tahun hampir rata-rata," ujarnya.
Kondisi RI Masih Rentan
Purbaya menyebut, kondisi Indonesia saat ini masih sangat rentan. Jika ekonomi sedang bagus, laju pembangunan terasa maju. Namun, sedikit guncangan bisa langsung membuat pertumbuhan melambat.
"Jadi, kalau kita menerima nasib dengan tumbuh 5 persen aja, udah bagus tuh, udah bagus, ya kita dikutuk akan tetap berada di middle income trap seperti ini. Seperti sekarang," ujarnya.
"Ya kalau lagi seneng, maju. Kalau agak susah dikit, misalnya lagi down ekonominya, susah lagi. Jadi kita gak akan pernah bisa makmur kalau begitu caranya," tambahnya.