Liputan6.com, Jakarta - Seorang pekerja asal Korea Selatan menceritakan kepanikan yang dialaminya saat razia imigrasi besar-besaran terjadi di pabrik mobil listrik di Georgia, Amerika Serikat (AS). Pabrik tersebut merupakan proyek senilai USD 7,6 miliar milik Hyundai dan LG Energy Solution.
Dikutip dari BBC, Rabu (10/9/2025), pria yang enggan disebutkan namanya itu menyaksikan agen Immigration and Customs Enforcement (ICE) menangkap 475 orang, sekitar 300 di antaranya warga Korea Selatan. Sebagian bahkan dibawa dengan tangan terbelenggu.
Ia mengaku mulai sadar ada razia ketika menerima panggilan dari atasan pada Kamis pagi.
“Banyak telepon berdering dan pesannya adalah menghentikan operasi,” ujarnya.
Situasi makin panik ketika keluarga para pekerja mencoba menghubungi mereka.
“Kami ditahan dan meninggalkan semua ponsel di kantor. Kami mendapat telepon, tapi kami tidak bisa menjawab karena kantornya dikunci,” tambahnya.
Razia ini disebut sebagai yang terbesar sejak Donald Trump kembali ke kursi Presiden AS. Sekitar 400 agen federal dan negara bagian menggerebek kompleks pabrik seluas 1.200 hektare di Ellabell, dekat Savannah, sekitar pukul 10.30 waktu setempat.
Operasi "Low Voltage"
Menurut pejabat AS, sejumlah pekerja sempat berusaha melarikan diri, bahkan ada yang meloncat ke kolam pembuangan. Sebelum dimasukkan ke dalam bus, mereka dipisahkan berdasarkan kewarganegaraan dan status visa.
ICE menamakan operasi ini "Operation Low Voltage", dengan target pabrik baterai listrik yang tengah dibangun di dalam kompleks tersebut. Rekaman yang dirilis memperlihatkan agen tiba dengan kendaraan lapis baja, membariskan pekerja, hingga menggiring mereka ke bus.
Steven Schrank, agen ICE yang memimpin operasi, mengatakan para tahanan berada di AS tanpa izin resmi. “Mereka masuk dengan berbagai cara — ada yang menyeberang perbatasan secara ilegal, ada yang masuk dengan bebas visa tapi dilarang bekerja, dan ada pula yang visanya sudah kedaluwarsa,” jelasnya.
Tanggapan Pihak Terkait
Hyundai dan LG Energy Solution menyatakan bekerja sama penuh dengan otoritas.
“Untuk membantu pekerjaan para agen, kami menghentikan sementara kegiatan operasional,” tulis keduanya dalam pernyataan bersama.
Hyundai juga menegaskan bahwa hasil penelusuran mereka menunjukkan tidak ada karyawan langsung Hyundai yang ditahan.
“Kami berkomitmen mematuhi hukum dan peraturan di setiap pasar tempat kami beroperasi,” demikian pernyataan resmi perusahaan.
Seorang pekerja yang diwawancarai BBC menilai sebagian besar yang ditahan adalah teknisi kontraktor. Ia menduga mayoritas legal berada di AS, namun menggunakan jenis visa yang salah atau sudah kedaluwarsa.
“Slogan mereka adalah Amerika yang utama, dan jika Anda bekerja di Amerika secara legal, Anda tidak akan punya masalah,” katanya.
Dampak Lebih Luas
Pabrik ini sejak 2022 telah menjadi proyek pembangunan ekonomi terbesar dalam sejarah negara bagian Georgia. Gubernur Brian Kemp menyebutnya sebagai tonggak bersejarah dengan dampak ekonomi besar.
Namun, insiden ini menimbulkan kekhawatiran baru, termasuk di kalangan komunitas Korea-Amerika di Savannah.
“Ini sangat mengejutkan dan merusak citra perusahaan global yang terkenal,” ujar Ketua Korean American Association of Greater Savannah Cho Dahye.
Ia berharap kejadian ini tidak merusak hubungan antara AS dan Korea Selatan, mengingat kompleks tersebut telah menjadi pusat pertumbuhan komunitas Korea di wilayah itu.