Tottenham vs MU, Final Kompetisi Eropa Terburuk dalam Sejarah

3 days ago 7

Liputan6.com, Jakarta Setelah penantian panjang selama hampir dua dekade, Tottenham akhirnya berhasil mengangkat trofi. Namun alih-alih mendapat pujian, kemenangan mereka justru menuai kritik pedas dari para penggemar sepak bola.

Dalam partai final yang digelar di Bilbao, Kamis (22/5/2025) dini hari WIB, Spurs menaklukkan Manchester United dengan skor tipis 1-0. Meski pertandingan bertajuk all-English final ini diharapkan menjadi tontonan seru, kenyataannya jauh dari ekspektasi. Laga berlangsung minim aksi menarik dan dianggap membosankan oleh banyak pihak.

Satu-satunya gol tercipta di babak pertama melalui situasi yang tak bisa dibilang spektakuler. Sebuah umpan silang dari Pape Sarr membentur lengan Luke Shaw dan kemudian melewati Andre Onana, penjaga gawang United. Brennan Johnson kemudian diklaim sebagai pencetak gol meski kontribusinya tak terlalu jelas.

Aksi paling menyita perhatian justru datang dari pemain bertahan Spurs, Micky van de Ven, yang secara akrobatik menggagalkan sundulan Rasmus Hojlund tepat di garis gawang. Selain itu, hampir tak ada momen berarti dari kedua tim.

Kekecewaan Fans

Tidak mengherankan jika pertandingan ini menuai banyak kecaman, apalagi mengingat performa kedua tim musim ini memang jauh dari kata memuaskan. Tottenham dan Manchester United sama-sama berada di papan bawah klasemen Premier League, masing-masing di posisi 16 dan 17.

Salah satu kritikus paling vokal adalah jurnalis dan fans Arsenal, Piers Morgan. Lewat akun media sosialnya, ia menulis: “Ini mungkin pertandingan final kompetisi Eropa dengan kualitas terburuk sepanjang sejarah. Benar-benar mengecewakan.”

Morgan bahkan menyindir kedua tim yang akan berlaga di Liga Champions musim depan, menyebut mereka sebagai “sekumpulan pemain tak berguna”.

Pertandingan yang Berantakan

Komentar senada juga dilontarkan mantan pemain Manchester United, Michael Owen, yang mengaku terkejut dengan buruknya kualitas permainan. “Sulit dipercaya betapa rendahnya standar pertandingan ini. Kedua tim bahkan tak bisa mengalirkan tiga umpan berturut-turut,” katanya.

Di sisi lain, presenter BBC 5 Live, Mark Chapman, menggambarkan laga sebagai "pertandingan berantakan dengan gol yang berantakan pula", meski mengakui bahwa para fans Spurs tentu tetap bahagia dengan hasil akhir.

Mantan bek Spurs dan timnas Inggris, Paul Robinson, menambahkan bahwa kemenangan Tottenham memang diraih dengan strategi bertahan total. “Itu adalah pertandingan yang buruk. Tapi Tottenham memang datang untuk merusak permainan. Mereka sukses menahan United dan menjalankan taktik bertahan dengan sempurna,” ujarnya.

Tottenham Juara

Meski dinilai tak mencerminkan gaya sepak bola atraktif ala pelatih Ange Postecoglou, strategi pragmatis ini berhasil mengantar Spurs meraih gelar pertama mereka sejak 2008.

Di media sosial, tagar #WorstFinalEver sempat menjadi trending. Beberapa pengguna bahkan menyamakan kekecewaan mereka dengan penonton serial Game of Thrones yang tak puas dengan episode penutupnya. “Saya pulang kerja lebih cepat untuk nonton ini. Rasanya ingin balik kerja lagi,” tulis salah satu komentar.

Meski penuh kritik, sejarah tetap mencatat bahwa Tottenham adalah juara. Dan bagi para pendukung The Lilywhites, buruknya kualitas pertandingan takkan pernah mengurangi makna dari momen manis ini.

Read Entire Article
Bisnis | Football |