Liputan6.com, Jakarta Xabi Alonso telah resmi diresmikan sebagai pelatih Real Madrid sejak 1 Juni 2025 setelah kesuksesannya di Bayer Leverkusen. Pergantian ini menandai dimulainya babak baru untuk Los Blancos di bawah era kepelatihan baru.
Setelah sukses bersama Bayer Leverkusen, Alonso diyakini akan membawa pendekatan berbeda dari Carlo Ancelotti. Strategi, gaya main, hingga pembinaan pemain muda diprediksi akan berubah.
Dalam beberapa pekan terakhir, Alonso langsung menancapkan ide-idenya: dari taktik, struktur permainan, hingga pembaruan personel. Semua dibangun untuk mempersiapkan tim hadapi debut Grup C Piala Dunia Antarklub melawan Al Hilal pada 18 Juni 2025 di Miami
Nah pertandingan ini juga bisa menjadi petunjuk perubahan permainan yang dibawa Alonso. Memang Los Blancos masih menjalani masa peralihan, tapi paling tidak perubahan-perubahan itu akan mulai terlihat. Apa saja?
1. Struktur Permainan Cepat dan Terdefinisi
Salah satu ciri khas Alonso di Leverkusen adalah permainan berbasis struktur posisi. Ia membangun serangan dari belakang dengan umpan-umpan progresif.
Di Madrid, pola ini bisa menggantikan pendekatan reaktif ala Ancelotti. Alonso membawa pendekatan "structured freedom" ala Leverkusen, sistem taktis yang mengandalkan passing cepat dan tekanan intensif.
Dengan penguasaan bola yang rapi, Madrid akan lebih dominan mengatur tempo. Gaya ini mendorong pemain untuk berpikir cepat, akurasi passing satu-dua sentuhan, dan finishing langsung.
Khusus Mbappe dan Vinicius, diharapkan membentuk sinergi tajam di area menyerang.
2. Penggunaan Tiga Bek sebagai Opsi Fleksibel
Alonso kerap memakai formasi tiga bek saat di Leverkusen, terutama menghadapi tim yang menekan tinggi. Skema ini membuat timnya tetap aman dalam membangun serangan dari bawah.
Dalam transisi dari Leverkusen, Alonso membawa opsi formasi 3-4-3 atau 3-4-2-1 ke Madrid. Struktur ini meningkatkan koneksi dalam build-up dan menutup celah di sayap dengan wing-backs.
Madrid sudah mendatangkan pemain seperti Trent Alexander‑Arnold dan Dean Huijsen, yang cocok untuk skema ini. Alonso juga mempertimbangkan Joan Martinez dari Castilla untuk mendukung rotasi lini belakang.
3. Integrasi Pemain Muda dari Castilla
Satu hal yang Alonso tunjukkan di Jerman adalah keberanian mengorbitkan pemain muda. Nama-nama seperti Florian Wirtz dan Victor Boniface berkembang pesat di bawah asuhannya.
Madrid punya banyak bakat dari akademi seperti Arda Guler, Nico Paz, hingga Gonzalo. Alonso berpeluang besar memberikan panggung lebih luas bagi mereka.
Dengan jadwal padat seperti CWC, rotasi dan pembinaan talenta muda akan sangat penting. Alonso dinilai punya kapasitas dalam membangun kedalaman skuad jangka panjang.
4. Pendekatan Kolektif dalam Bertahan
Madrid era Ancelotti kadang terlalu mengandalkan individu saat bertahan. Alonso membawa pendekatan lebih kolektif dan sistematis saat membangun fase bertahan.
Ia menerapkan pressing zona dengan barisan yang kompak, baik di lini tengah maupun belakang. Pemain dituntut membaca permainan lawan dan menutup ruang secara simultan.
Gaya ini memungkinkan Madrid untuk tampil lebih stabil di laga-laga besar. Terutama saat menghadapi tim elite dari Amerika Selatan atau Eropa di CWC nanti.
5. Percepatan Adaptasi Mental dan Taktikal
Sebagai eks pemain Madrid dan juara Liga Champions, Alonso paham betul budaya juara klub ini. Namun, ia juga membawa gaya kepemimpinan yang lebih modern.
Alih-alih mengandalkan otoritas absolut, Alonso lebih mendekatkan diri secara personal pada pemain. Ia membangun kepercayaan dan tanggung jawab kolektif di ruang ganti, dengan demikian proses adaptasi bisa berjalan lebih cepat.
Strategi ini bertujuan agar para pemain memahami gaya main Madrid sejak hari pertama, tidak menunggu musim reguler. Meski belum menentukan susunan pemain di laga perdana, ia menekankan pentingnya identitas dan kelincahan dalam eksekusi .