7 Pemain Flop Premier League yang Pernah Main di Final Liga Champions

3 months ago 68

Liputan6.com, Jakarta Banyak pemain gagal menembus ketatnya persaingan Premier League. Tapi ternyata, beberapa di antaranya mampu menembus final Liga Champions.

Nama-nama ini sempat dianggap remeh saat bermain di Inggris. Kini, mereka malah jadi pemain kunci di final bergengsi Eropa.

Siapa sangka perjalanan karier mereka berubah begitu drastis? Dari dicap flop, mereka bisa menjadi sorotan dunia.

Bagi para fans Premier League, kisah ini pasti mengejutkan. Gagal di Premier League, tapi bangkit di panggung Eropa.

Berikut ini tujuh pemain flop Premier League yang justru berhasil main di final Liga Champions. Simak ceritanya di bawah ini!

1. Jadon Sancho

Jadon Sancho sempat dianggap sebagai salah satu bakat besar di Eropa. Namun, kariernya di Manchester United dan Chelsea tidak berjalan mulus.

Sancho kembali ke Borussia Dortmund pada 2024 dengan status pinjaman. Di sana, ia kembali menunjukkan magisnya dan jadi kunci lolosnya Dortmund ke final.

Sayangnya, performa Sancho di final melawan Real Madrid tidak mampu menyelamatkan timnya. Siapa tahu, di masa depan, ia bisa jadi bintang di Serie A.

2. Joselu

Joselu adalah contoh striker yang justru berkembang di usia matang. Sebelumnya gagal bersinar di Stoke dan Newcastle, ia justru tampil memukau di Espanyol.

Performa apiknya bersama Espanyol membuat Real Madrid meminjamnya untuk musim 2023-24. Bersama Los Blancos, Joselu sukses meraih gelar La Liga, Liga Champions, dan Supercopa de Espana.

Dua gol krusialnya ke gawang Bayern Munchen di semifinal Liga Champions membuat namanya semakin harum di kalangan Madridista. Ia juga tampil di final saat Madrid menundukkan Borussia Dortmund.

3. Jon Dahl Tomasson

Jon Dahl Tomasson mungkin bukan nama yang sering disebut saat membahas transfer gagal dari Eredivisie. Namun, pemain Denmark ini menjadi salah satu yang pertama dianggap “flop” ketika pindah ke Newcastle.

Tomasson sebelumnya tampil gemilang di Heerenveen dengan 24 gol. Newcastle memboyongnya dengan harapan bisa menggantikan Alan Shearer yang cedera parah.

Sayangnya, karier Tomasson di Inggris tidak berjalan sesuai harapan. Ia kemudian bersinar di Feyenoord dan bahkan bermain di final Liga Champions 2005 bersama AC Milan.

4. Eric Maxim Choupo-Moting

Eric Maxim Choupo-Moting sepertinya punya rahasia sukses yang luar biasa. Gagal bersinar di Stoke City, yang terdegradasi setelah sepuluh tahun di Premier League, ia justru berhasil mendapatkan tempat di PSG.

Selama dua musim di Prancis, ia menjadi sorotan karena gagal memanfaatkan peluang emas. Namun, ia tetap tampil di final Liga Champions 2020 melawan Bayern Munich.

Akhirnya, Choupo-Moting justru bergabung dengan Bayern Munchen. Tampaknya sang agen benar-benar tahu cara mengatur karier kliennya.

5. Stefan Savic

Stefan Savic bergabung dengan Manchester City pada 2011, di usia 20 tahun, setelah ayahnya meninggal secara tragis. Ayahnya adalah presiden dewan kota Mojkovac di Montenegro.

Savic merupakan satu-satunya pemain Partizan yang pernah didukung oleh ultras Red Star Belgrade. Ia hanya bertahan satu musim di Manchester City sebelum ditukar dengan Matija Nastasic dari Fiorentina.

Tiga tahun di Florence membuat kariernya kembali bersinar. Pada 2015, Savic menjadi andalan Atletico Madrid di bawah asuhan Diego Simeone dan bermain penuh 120 menit di final Liga Champions 2016.

6. Fernando Llorente

Fernando Llorente dikenang selamanya oleh para penggemar Tottenham karena golnya ke gawang Manchester City di perempat final Liga Champions 2019. Gol itu memastikan Spurs lolos ke semifinal untuk pertama kalinya.

Namun, Llorente sebenarnya tidak begitu cemerlang di Liga Inggris bersama Spurs. Dalam dua musimnya, dia hanya mencetak dua gol di Premier League.

Llorente juga sempat bermain di final Liga Champions 2019 saat Spurs kalah dari Liverpool. Sebelumnya, dia sudah pernah merasakan final Liga Champions pada 2015 bersama Juventus.

7. Marco Materazzi

Marco Materazzi adalah pemenang Piala Dunia dan bagian dari tim Inter Milan yang meraih treble bersejarah. Selain itu, ia juga menjadi salah satu pemain favorit Jose Mourinho karena karakter kuat dan sikapnya yang tak kenal menyerah di lapangan.

Karier Materazzi sempat berjalan biasa saja ketika membela Everton pada musim 1998-99. Periode itu hampir terlupakan karena penampilannya yang minim dan tak memberikan kesan berarti bagi klub.

Namun, prestasi besar Materazzi datang kemudian, termasuk penampilan singkatnya di final Liga Champions 2010. Semua itu membuat masa-masa di Goodison Park hanya menjadi catatan kecil dalam perjalanan kariernya yang gemilang.

Sumber: Planet Football

Read Entire Article
Bisnis | Football |