Liputan6.com, Jakarta Tottenham mencatat musim terburuk mereka dalam beberapa dekade terakhir. Saat ini Spurs terpuruk di peringkat ke-17 klasemen Liga Inggris dengan satu laga sisa, nyaris terjerumus ke zona degradasi.
Namun, di tengah kegagalan domestik, mereka justru berhasil melangkah ke final Liga Europa. Kini, Ange Postecoglou dan anak asuhnya punya kesempatan emas untuk mengubah narasi buruk menjadi sejarah manis.
Situasinya memang tidak mudah. Mereka akan berhadapan dengan Manchester United, tim yang juga sangat putus asa ingin meraih trofi.
Lantas, bagaimana Spurs bisa bertahan di tengai badai dan kini berada satu langkah lagi dari trofi pertama sejak 2008?
Transformasi Pahit di Bawah Ange Postecoglou
Ketika Ange Postecoglou mulai menukangi Spurs pada Juni 2023, tantangan terbesarnya adalah membangun ulang tim yang kehilangan Harry Kane. Delapan pemain baru didatangkan, termasuk James Maddison dan Micky van de Ven, dengan total belanja melebihi 150 juta pounds.
Sayangnya, inkonsistensi menjadi masalah utama. Spurs bisa menghancurkan Manchester City 4-0, tapi juga kalah dari Brighton setelah unggul 2-0 di babak pertama. Postecoglou kerap dikecam karena gaya manajemennya yang dingin dan jarang berinteraksi langsung dengan pemain.
Namun, di balik itu, pelatih asal Australia itu punya kemampuan motivasi luar biasa. Pidatonya sebelum laga-laga besar kerap menjadi penyemangat, dan kini timnya berada di final meski performa liga sangat mengecewakan.
Kunci Kesuksesan Spurs di Liga Europa
Di tengah kegagalan di Premier League, Postecoglou justru fokus membawa Spurs melaju jauh di Europa League. Dominasi permainan berbasis serangan cepat dan pressing tinggi menjadi ciri khas mereka, meski sering kali gagal di laga-laga domestik.
Beberapa pemain muda seperti Archie Gray dan Lucas Bergvall perlahan mulai beradaptasi. Gray, yang didatangkan dari Leeds, bahkan menjadi salah satu pilar penting di lini tengah. Sementara itu, kepemimpinan Son Heung-min di ruang ganti membantu menyatukan tim.
Tiga kemenangan atas Manchester United musim ini menjadi bukti bahwa Spurs sebenarnya punya kualitas. Sekarang, tinggal satu tantangan besar tersisa: Mengalahkan mereka lagi di final.
Final vs Manchester United: Ujian Terberat
Spurs akan menghadapi Manchester United di final Liga Europa, duel yang sebenarnya sudah sering terjadi musim ini. Namun, tantangan terbesar mereka adalah absennya tiga kreator utama: Bergvall, Kulusevski, dan Maddison, yang sedang cedera.
Postecoglou harus mengandalkan strategi alternatif, mungkin dengan memaksimalkan umpan-umpan panjang atau serangan balik cepat. Pengalaman Son Heung-min dan ketajaman Dominic Solanke akan menjadi kunci.
Jika berhasil, ini akan menjadi trofi pertama Spurs sejak 2008. Tapi jika gagal, musim ini akan dikenang sebagai salah satu yang terburuk dalam sejarah klub.