Liputan6.com, Jakarta Manchester United menghadapi momen paling krusial dalam satu dekade terakhir. Final Liga Europa melawan Tottenham bukan sekadar pertandingan, tapi penentu arah klub yang terus terombang-ambing beberapa tahun terakhir.
Bagi Ruben Amorim, kesempatan ini lebih dari sekadar trofi. Menelan kekalahan bisa mengubah persepsi sepanjang musim dan mempertanyakan masa depannya di Old Trafford.
Meski begitu, sang pelatih justru melihat lebih jauh dari sekadar satu malam di Bilbao. Bagi Amorim, MU harus kembali ke Liga Champions. Menjuarai Liga Europa adalah satu-satunya kesempatan MU untuk itu.
Kamis 22 Mei 2025, pertandingan Tottenham vs Man United akan dimainkan di San Mames, Bilbao. Ini adalah laga terpenting Setan Merah dalam beberapa tahun terakhir.
Amorim dan Tekanan: Juara atau Kecewa
Sejak babak 16 besar, Ruben Amorim konsisten menyatakan bahwa Liga Europa bukan penyelamat musim MU. "Kami punya masalah lebih besar," ujarnya setelah kekalahan dari West Ham. Padahal, fans menganggap final ini sebagai penebus kegagalan di Premier League.
Pelatih asal Portugal itu justru melihat Liga Champions sebagai pisau bermata dua. Menurutnya, timnya belum siap bersaing di dua medan pertarunngan dan mungkin lebih baik tanpa kompetisi Eropa musim depan. Namun, setelah hanya meraih 2 poin dari 8 laga terakhir, argumennya sulit diterima.
Amorim membutuhkan waktu lebih untuk membangun tim di Carrington. Tanpa gangguan kompetisi Eropa, ia bisa fokus pada perkembangan taktis seperti yang terjadi pada Liverpool 2016/2017. Masalahnya, apakah manajemen INEOS akan sabar?
Dampak Trofi bagi Masa Depan MU
Kemenangan di final UEL akan membawa MU kembali ke Liga Champions. Berarti MU akan megantongi dana tambahan sebesar 50 juta pounds dan meningkatkan daya tarik bagi pemain top seperti Jarrad Branthwaite atau Joshua Kimmich.
Persoalannya, Amorim justru khawatir dengan tekanan yang datang bersamanya. Sir Jim Ratcliffe sejauh ini mendukung penuh Amorim. Namun, seperti kasus Dan Ashworth, kesabaran Ratcliffe bisa berubah cepat. Trofi Liga Europa mungkin menjadi "tameng" bagi pelatih jika performa liga tetap buruk musim depan.
Sejarah menunjukkan klub bisa bangkit tanpa Eropa (Chelsea 2016/2017 juara liga), tapi juga bisa stagnan (Arsenal 2021/2022). Amorim perlu membuktikan bahwa visinya layak dipercaya, dan trofi adalah bukti nyata pertama.
Tantangan MU Melawan Tottenham
MU akan menghadapi Spurs yang lebih segar secara fisik. Ange Postecoglou sengaja merotasi tim di akhir musim untuk fokus pada final ini. Sementara MU masih bergantung pada Bruno Fernandes yang tampak kelelahan.
Taktik pressing tinggi Amorim bisa menjadi bumerang menghadapi serangan balik cepat Son Heung-min. Kabar buruknya, Lisandro Martinez masih cedera dan Harry Maguire belum fit 100%.
Kunci kemenangan ada di lini tengah. Kobbie Mainoo harus mampu menekan James Maddison, sementara Alejandro Garnacho perlu mengisolasi Pedro Porro yang kerap maju membantu serangan.
Suara Fans: Sabar atau Menuntut?
Kekalahan di Bilbao bisa mengubah segalanya. Seperti diakui Amorim: "Kesabaran fans akan berada di batasnya jika kami gagal."
David Beckham baru-baru ini meminta fans untuk mendukung proses. Namun dengan kemungkinan finis ke-16 di liga — terburuk dalam sejarah Premier League — hanya trofi yang bisa meredam kekecewaan.
Amorim tahu ini bukan tentang satu pertandingan, tapi tentang membangun kepercayaan. "Kami harus sempurna musim depan," ujarnya.