Menteri Ara Jawab Kritik soal Rumah Subsidi yang Menciut

12 hours ago 5

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait atau yang akrab disapa Ara, angkat bicara soal polemik pengurangan ukuran rumah subsidi. Kebijakan terbaru pemerintah mengatur bahwa rumah subsidi kini memiliki luas minimum tanah 18 meter persegi (m2) dan luas bangunan minimal 21 m2.

Menanggapi kritik yang menyebut rumah subsidi menjadi terlalu kecil dan tidak layak huni, Ara menegaskan bahwa meski ukurannya lebih kecil, hunian tersebut tetap dirancang agar nyaman dan layak. Bahkan, ia menyentil rumah subsidi berukuran lebih besar yang justru tak lepas dari masalah.

"Ya justru itu salah satu variabelnya adalah bagaimana ukurannya diperkecil. Tetapi tetap layak huni. Apakah yang 60 meter semuanya layak huni? Yang 60 meter banyak tuh yang banjir. Banyak yang baru masuk ke proses hukum. Banyak yang ada yang longsor," kata Ara di Wisma Mandiri, Jakarta, Jumat (6/6/2025).

Kualitas Pengembang Jadi Kunci

Ara menekankan bahwa kenyamanan rumah subsidi tidak semata-mata ditentukan oleh ukuran lahan atau bangunan. Menurutnya, peran pengembang dalam menghadirkan kualitas hunian yang baik menjadi faktor paling krusial.

"Jadi bagi saya bukan soal ukurannya saja. Tapi juga sebenarnya kualitas pengembangnya dan sebagainya itu yang paling penting," ujarnya.

Dekat Kota, Harga Lahan Jadi Pertimbangan

Lebih lanjut, Ara menjelaskan alasan di balik penyesuaian ukuran rumah subsidi. Salah satunya adalah agar hunian tetap bisa dibangun di lokasi yang tidak terlalu jauh dari pusat kota, mengingat harga tanah di wilayah perkotaan terus meningkat.

"Tanah di kota makin mahal atau makin murah? Mahal. Udah. Udah lihat gak desain-desainnya?" ucap Ara, menegaskan bahwa efisiensi ukuran bertujuan untuk menjaga aksesibilitas lokasi rumah subsidi.

Janji Hadirkan Desain Menarik

Ara pun meminta masyarakat tidak terburu-buru menilai sebelum melihat rancangan rumah subsidi terbaru. Ia menjanjikan bahwa meski lebih kecil, rumah subsidi akan tetap dibuat dengan desain yang menarik dan layak.

"Nanti kita kasih lihat desainnya. Bagus, menarik. Kalau ada isu kumuh, emang yang 60 meter gak ada yang kumuh? Nanti kita lihat," tandasnya.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Luas Rumah Subsidi Menciut, Begini Suara Hati Masyarakat

Sebelumnya, rencana pemerintah mengatur batasan luas bangunan dan lantai rumah subsidi menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. 

Seperti diketahui, sebuah draf aturan baru dari Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) mengatur bahwa luas bangunan rumah umum tapak paling kecil adalah 25 meter persegi dan maksimal 200 meter persegi. Sementara itu, luas lantai rumah ditetapkan antara 18 hingga 35 meter persegi.

Salah satu yang ikut angkat suara adalah Saputra (26), seorang karyawan swasta di Jakarta dengan penghasilan sedikit di atas Upah Minimum Provinsi (UMP). Saat ini, ia tengah mempertimbangkan membeli rumah pertama, termasuk opsi rumah subsidi.

“Kalau ditanya mau apa nggak tinggal di rumah ukuran yang ditetapkan itu, jawabannya tergantung. Untuk saya yang masih sendiri mungkin cukup. Tapi kalau sudah menikah dan punya anak atau ingin sedikit ruang gerak, ya itu jelas terlalu sempit,” ujar Saputra saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (4/6/2025).

Menurutnya, batasan luas yang ditetapkan pemerintah justru berisiko menciptakan hunian yang tidak layak secara sosial maupun psikologis, terutama jika dihuni oleh keluarga kecil.

“Rumah subsidi bukan sekadar tempat tinggal, tapi juga soal kenyamanan hidup. Jangan sampai masyarakat berpenghasilan rendah justru terjebak dalam hunian yang sempit dan tidak manusiawi,” tegasnya.

Usulan untuk Pemerintah

Saputra pun mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan beberapa hal sebelum memberlakukan aturan tersebut. Ia mendorong agar ada fleksibilitas dalam ukuran rumah subsidi dan mengadopsi konsep rumah tumbuh.

“Kalau bisa, rumah subsidi jangan satu ukuran saja. Masyarakat itu punya kebutuhan yang berbeda-beda. Kalau harganya masih bisa dijangkau, ukuran 30 sampai 45 meter persegi akan jauh lebih ideal,” sarannya.

Ia juga berharap pemerintah tidak hanya fokus pada angka dan biaya konstruksi, tetapi juga memperhatikan kualitas bangunan, pencahayaan, sirkulasi udara, serta akses ke fasilitas umum.

Read Entire Article
Bisnis | Football |