Liputan6.com, Jakarta - Pemilik Rolling Stone, Billboard, dan Variety menggugat Google pada Jumat (12/9/2025). Gugatan tersebut menuduh fitur ringkasan AI milik raksasa teknologi itu menggunakan konten jurnalistik tanpa izin, yang berdampak pada menurunnya trafik ke situs web mereka.
Dikutip dari CNN, Senin (15/9/2025), gugatan yang diajukan Penske Media di pengadilan federal Washington, DC, ini menjadi kasus pertama di mana penerbit besar Amerika Serikat (AS) menggugat perusahaan induk Alphabet itu atas penggunaan ringkasan berbasis AI yang ditampilkan di bagian atas hasil pencarian.
Selama beberapa bulan terakhir, organisasi berita menilai fitur baru Google, termasuk "Ikhtisar AI", telah menurunkan trafik kunjungan ke situs mereka sekaligus menggerus pendapatan iklan dan langganan.
Penske, sebuah perusahaan media milik keluarga yang dipimpin Jay Penske dan memiliki sekitar 120 juta pengunjung online setiap bulan, menuduh Google hanya menampilkan situs penerbit di hasil pencarian jika artikelnya juga bisa dipakai dalam ringkasan AI.
Dalam gugatannya, Penske menyebut bahwa seharusnya Google membayar penerbit jika ingin menggunakan artikel mereka, baik untuk ditampilkan ulang maupun dijadikan bahan melatih sistem AI. Menurut Penske, Google bisa memaksakan aturan itu karena posisinya yang sangat dominan di pasar pencarian. Hal ini merujuk pada putusan pengadilan federal tahun lalu yang menyatakan Google menguasai hampir 90% pangsa pasar pencarian di Amerika Serikat.
“Kita punya tanggung jawab untuk secara proaktif memperjuangkan masa depan media digital dan menjaga integritasnya yang semuanya terancam oleh tindakan Google saat ini,” kata Penske.
Kasus Sebelumnya
Diperkirakan sekitar 20% pencarian Google yang mengarah ke situs Penske kini sudah menampilkan Ikhtisar AI. Angka itu disebut kemungkinan akan terus bertambah. Penske juga menambahkan bahwa pendapatan afiliasinya turun lebih dari sepertiga sejak puncaknya di akhir 2024, seiring menurunnya trafik dari pencarian.
Kasus serupa juga pernah terjadi pada Februari lalu, ketika perusahaan pendidikan daring Chegg menggugat Google. Chegg menilai ringkasan AI milik Google membuat orang tidak lagi mencari konten asli mereka, sehingga melemahkan posisi penerbit untuk bersaing.
Menanggapi gugatan Penske, Google pada Sabtu menyatakan bahwa Ikhtisar AI justru memberikan pengalaman lebih baik bagi pengguna sekaligus mengarahkan kunjungan ke lebih banyak jenis situs web.
"Dengan Ikhtisar AI, orang-orang merasa Penelusuran lebih bermanfaat dan lebih sering menggunakannya, menciptakan peluang baru untuk menemukan konten. Kami akan melawan klaim-klaim yang tidak berdasar ini," ujar Juru Bicara Google, Jose Castaneda.
Kemenangan Langka ke Google
Awal bulan ini, seorang hakim memberi kemenangan langka bagi Google dalam kasus antimonopoli. Hakim memutuskan bahwa Google tidak perlu menjual peramban Chrome miliknya sebagai bagian dari upaya membuka persaingan di pasar pencarian.
Namun, keputusan itu mengecewakan banyak penerbit dan asosiasi industri, termasuk News/Media Alliance. Mereka menilai putusan tersebut membuat penerbit kehilangan kesempatan untuk menolak penggunaan konten mereka dalam ringkasan AI.
"Semua elemen yang dinegosiasikan dengan perusahaan AI lainnya tidak berlaku untuk Google karena mereka memiliki kekuatan pasar untuk tidak terlibat dalam praktik yang sehat tersebut," ujar Danielle Coffey, CEO News/Media Alliance, sebuah kelompok dagang yang mewakili lebih dari 2.200 penerbit yang berbasis di AS, kepada Reuters pada Jumat.
"Ketika Anda memiliki skala dan kekuatan pasar sebesar Google, Anda tidak diwajibkan untuk mematuhi norma yang sama. Itulah masalahnya."
Kesepakatan Lisensi AI
Coffey menyinggung soal kesepakatan lisensi AI yang sudah dijalankan beberapa perusahaan, misalnya OpenAI yang menjalin kesepaktan dengan penerbit besar seperti News Corp, Financial Times, dan The Atlantic.
Sementara itu, Google yang memiliki chatbot Gemini dan menjadi pesaing ChatGPT, justru lebih lambat dalam membuat kesepakatan serupa.