Perpisahan Kevin De Bruyne: Malam Haru di Bawah Langit Manchester Biru

3 months ago 13

Liputan6.com, Jakarta Selasa malam itu, langit Manchester menjadi saksi perpisahan yang penuh haru. Kevin De Bruyne, sang jenderal lapangan tengah Manchester City, menutup babak sepuluh tahun pengabdiannya di Etihad Stadium. Tangis dan tepuk tangan mengiringi langkah terakhirnya sebagai bagian dari pasukan Josep Guardiola.

Meski tak menambah koleksi 72 golnya di Premier League, De Bruyne tetap ambil bagian dalam kemenangan 3-1 City atas Bournemouth. Dia harus keluar lebih awal akibat pergantian taktis pasca-kartu merah Mateo Kovacic. Namun, tepuk tangan bergemuruh menyambutnya—dari bangku cadangan hingga tribune yang penuh cinta.

Usai laga, De Bruyne kembali ke lapangan bersama istrinya, Michele, dan tiga anaknya. Di hadapan para pemain, staf, dan ribuan pendukung, da mendapat penghormatan. Sebuah montase kenangan diputar, namanya dielu-elukan, dan air mata pun tak tertahan.

Malamnya King Kev

Di malam ketika 'The Boss' Bruce Springsteen tampil di arena sebelah, 'The King' Kevin De Bruyne mengucapkan selamat tinggal. Wajahnya menghiasi stadion—di poster, di syal, di kaus, bahkan di program pertandingan, lengkap dengan mahkota dari trofi Premier League di kepalanya. Tak ada tiket yang lebih berharga malam itu.

City telah mempersiapkan segalanya. Mereka memberi nama jalan di akademi atas nama De Bruyne dan meresmikan mozaik khusus untuknya. Di Northern Quarter, mural raksasa dirinya berdiri megah—simbol seni dari seorang playmaker yang memahat sejarah dengan umpan-umpan magis.

Tiupan lagu 'Seven Nation Army' mengiringi nyanyian "Ohh Kevin De Bruyne" dari para suporter. Setiap sentuhan kakinya disambut antisipasi, berharap satu gol atau satu assist terakhir. Namun, momen emas itu justru meleset—bola yang tinggal disentuh justru membentur mistar. De Bruyne memegangi kepalanya, begitu juga Rodri dan para fans. Akhir yang tak sempurna, tapi tetap mengharukan.

Pidato yang Menyentuh dan Patung Abadi De Bruyne

Setelah peluit akhir, montase sepuluh tahun kejayaan ditayangkan. Dari Aguero, Kompany, Sterling, hingga Zabaleta, semua menyampaikan salam perpisahan. Di tengah lapangan, Kevin berdiri bersama keluarganya, lalu diberi mikrofon. Dia mencoba berbicara, tapi emosinya menguasai.

"Saya sangat emosional," ucap De Bruyne, dikutip dari BBC Sport. "Memiliki patung berarti saya akan selalu menjadi bagian dari klub ini. Saya akan kembali dan melihat diri saya berdiri di sana. Saya akan selalu ada di sini."

"Manchester adalah rumah. Di sinilah anak-anak saya lahir." lanjutnya. "Saya datang ke sini bersama istri saya untuk tinggal lama, tapi tak menyangka bisa sampai sepuluh tahun. Kami telah menangkan segalanya, kami membuat klub ini lebih besar, dan sekarang waktunya mereka meneruskan."

Di sisi lapangan, Guardiola tak kuasa menahan air mata. Fans pun tak henti bernyanyi: “We want you to stay, Kevin De Bruyne, we want you to stay.” Namun sang raja telah memutuskan, menyelesaikan putaran perpisahan sebelum berjalan ke terowongan untuk terakhir kalinya.

Warisan dari Sang Kreator Bernama Kevin De Bruyne

Selama satu dekade di Manchester Biru, De Bruyne bukan sekadar pemain. Dia ikon, arsitek permainan, dan pahlawan sunyi yang selalu membiarkan aksinya berbicara. Micah Richards menggambarkannya dengan tepat: “Dia sangat pemalu, tapi rendah hati dan luar biasa. Dia layak mendapat perpisahan ini.”

De Bruyne telah meraih enam gelar Premier League, dua kali dinobatkan sebagai Pemain Terbaik Premier League (2019/20 dan 2021/22), dan tiga kali menjadi Playmaker of the Season. Rekor 20 assist-nya pada musim 2019/20 menyamai rekor Thierry Henry.

“Saya ingin bermain dengan kreativitas, dengan gairah,” ujar De Bruyne. “Saya ingin menikmati sepak bola dan saya harap semua orang juga menikmatinya.” Ketika ditanya bagaimana ingin dikenang, jawabannya singkat, tapi dalam: “Dengan kegembiraan.”

Jejak Abadi De Bruyne di Etihad Stadium

Malam itu, Kevin De Bruyne berjalan pelan di depan ribuan pasang mata yang mengaguminya. Diiringi keluarga, dia menerima penghormatan terakhir dari klub dan suporternya. Semua tahu, ini bukan sekadar perpisahan seorang pemain, tapi akhir dari era keemasan seorang legenda.

“Tidak ada alasan untuk kesalahan tadi,” katanya soal peluang emas yang gagal. “Anak saya pasti akan keras pada saya hari ini.” Namun, tak satu pun fan yang menyalahkan. Mereka tahu, satu momen tak bisa menghapus seribu keajaiban yang telah dia ciptakan.

Kini, patungnya akan berdiri di luar stadion. Jalan namanya membentang di akademi. Akan tetapi, yang paling abadi adalah tempatnya di hati publik Etihad. Selamat jalan, King Kev—Etihad Stadium akan selalu menjadi rumahmu.

Read Entire Article
Bisnis | Football |