Pertanda Baik Tottenham dan MU Jelang Final Liga Europa: Siapa yang Keluar Sebagai Juara?

5 days ago 6

Liputan6.com, Jakarta Dua raksasa Premier League yang tengah terluka, Tottenham dan Manchester United, akan saling berhadapan di final Liga Europa 2024/2025 pada Kamis (22/5/2025) dini hari WIB di Bilbao.

Laga ini menjadi kesempatan emas, baik bagi Spurs maupun MU untuk menyelamatkan musim yang penuh kekecewaan.

Tottenham dan Manchester United sama-sama terseok di kompetisi domestik. Spurs saat ini berada di peringkat ke-17 Liga Inggris, sementara Setan Merah satu tingkat di atas mereka di posisi ke-16.

Namun, trofi Eropa bisa menghapus banyak luka dan memberi makna pada perjuangan mereka sepanjang musim.

Tottenham: Akhiri Penantian Sejak 2008?

Tottenham sudah lama haus gelar. Terakhir kali mereka mengangkat trofi adalah pada 2008 silam saat menjuarai Piala Liga.

Pelatih saat ini, Ange Postecoglou, mulai mendapat sorotan tajam menyusul performa buruk timnya di liga. Namun sejarah menunjukkan, manajer yang tidak populer pun bisa membawa Spurs meraih prestasi.

Juande Ramos dan George Graham, dua nama yang bukan favorit publik, adalah pelatih terakhir yang menghadirkan gelar ke lemari klub London Utara ini.

Inspirasi untuk Tottenham

Spurs juga bisa mengambil inspirasi dari tim-tim lain yang berhasil mengakhiri puasa gelar panjang musim ini. Newcastle sukses mengejutkan Liverpool di final Carabao Cup dan meraih trofi pertama mereka sejak 1969. Di Italia, Bologna baru saja mengalahkan AC Milan 1-0 di final Coppa Italia, mengakhiri penantian selama 51 tahun.

Musim ini seolah jadi ajang ‘kelahiran’ juara baru. Bahkan mantan bintang Spurs, Harry Kane, akhirnya meraih trofi pertamanya di level klub setelah membantu Bayern Munich menjuarai Bundesliga. Crystal Palace juga mengukir sejarah dengan mengalahkan Manchester City di final FA Cup—mengangkat trofi besar pertama mereka sepanjang sejarah.

Dengan tren kejutan dan gelar untuk para underdog, Tottenham berharap bisa menutup musim dengan manis dan menambah koleksi trofi Eropa mereka. Sebelumnya, Spurs sudah dua kali menjuarai kompetisi ini dalam format lama sebagai UEFA Cup pada 1971 dan 1984.

Manchester United: Deja Vu dan Harapan dari Sejarah

Di kubu lawan, Manchester United pun mencoba mencari momentum di tengah musim yang jauh dari kata ideal. Usai hasil buruk di awal musim, Erik ten Hag dipecat pada Oktober lalu.

Pengganti asal Portugal, Ruben Amorim, juga belum mampu memperbaiki keadaan, hanya mencatat enam kemenangan dalam 26 laga Premier League.

Namun sejarah bisa memberi secercah harapan bagi fans United. Delapan tahun lalu, mereka juga menjuarai Liga Europa setelah mengalahkan Ajax 2-0 di Stockholm.

Amorim Bisa Tiru Mourinho

Saat itu, manajer mereka adalah Jose Mourinho, pelatih asal Portugal yang menggantikan Louis van Gaal—seorang manajer Belanda yang sebelumnya membawa pulang FA Cup.

Situasi ini cukup mirip dengan kondisi saat ini. Amorim, pelatih asal Portugal, menggantikan Ten Hag, pelatih Belanda yang musim lalu juga mempersembahkan FA Cup.

Lebih menarik lagi, Mourinho memenangkan trofi Eropa pertamanya pada 21 Mei 2003 di usia 40 tahun 3 bulan 24 hari. Amorim, yang kini berusia hampir sama, akan mendampingi timnya di final yang juga jatuh pada 21 Mei.

Tambahan motivasi datang dari kegagalan rival sekota, Manchester City. Kekalahan mereka dari Crystal Palace di final FA Cup membuat musim ini jadi musim pertama tanpa trofi sejak 2016/2017. Fans United tentu berharap keberuntungan kini berbalik ke pihak mereka.

Final Liga Europa kali ini bukan sekadar perebutan gelar. Bagi Tottenham dan Manchester United, ini adalah pertaruhan terakhir untuk memberi arti pada musim yang nyaris menjadi mimpi buruk. Di balik tekanan dan ekspektasi, keduanya membawa harapan untuk bangkit—dan mungkin, sebuah keajaiban kecil di tanah Spanyol.

Siapakah yang akan menutup musim dengan kepala tegak dan satu trofi di tangan? Laga di Bilbao akan memberi jawabannya.

Sumber: The Sun

Read Entire Article
Bisnis | Football |