Liputan6.com, Jakarta Tiga dekade setelah Marseille menjungkalkan AC Milan di final Liga Champions 1992/93, kota Munchen kembali menyatukan Prancis dan Italia dalam satu panggung. Kini, PSG dan Inter Milan akan beradu di Allianz Arena pada Minggu dini hari, 1 Juni 2025.
Ini bukan sekadar final biasa. Ini adalah benturan dua negara sepak bola besar yang dulu pernah menciptakan momen abadi di kompetisi tertinggi Eropa. Dari Olympiastadion ke Allianz Arena, dari Basile Boli ke Ousmane Dembele dan Lautaro Martinez.
PSG dan Inter belum pernah bertemu di Liga Champions. Sekarang, mereka dipertemukan bukan di awal atau tengah, tapi langsung di puncak: final. Ini panggung megah untuk kisah besar yang akan ditulis ulang.
PSG: Dari Paris Menuju Munchen
Parc des Princes bergemuruh pada Kamis, 8 Mei 2025. PSG menyempurnakan perjuangan mereka dengan menyingkirkan Arsenal lewat kemenangan 2-1 di leg kedua. Agregat 3-1 cukup untuk meloloskan mereka ke final.
Fabian Ruiz dan Achraf Hakimi tampil sebagai pahlawan malam itu. Gol-gol mereka menenggelamkan harapan Arsenal yang sempat bangkit lewat aksi Bukayo Saka. PSG tampil dengan ketenangan dan kontrol.
Dengan keunggulan dari leg pertama, anak-anak asuhan Luis Enrique bermain dengan kepala dingin. Mereka tak terseret emosi, hanya fokus menuntaskan misi. Kini, final Liga Champions kembali menyapa klub dari Prancis.
Bayangan Marseille dan Luka Lama di Sisi Lain Kota Milan
Pertemuan PSG vs Inter di Munchen membuka kotak kenangan masa lalu. Pada 1993, Marseille menciptakan sejarah sebagai satu-satunya klub Prancis yang pernah menjuarai Liga Champions. Itu terjadi di kota yang sama.
Satu sundulan Basile Boli menumbangkan AC Milan kala itu. Namun, di balik kejayaan itu tersimpan luka: skandal pengaturan skor di liga domestik yang membuat Marseille dihukum berat. Mereka tetap juara Eropa, tapi kehilangan tempat di hati banyak orang.
Kini, PSG datang membawa harapan untuk menulis ulang kisah Prancis dengan tinta yang bersih. Trofi yang sama, kota yang sama, tapi dengan wajah dan semangat berbeda. Lawannya adalah tim dari sisi lain kota Milan, Inter.
PSG: Kedewasaan dan Misi Balas Dendam
PSG sudah lama memburu takhta Eropa. Sejak kekalahan dari Bayern Munchen di final 2020, mereka membangun ulang skuad, memperkaya pengalaman, dan kini kembali ke final dengan ambisi yang lebih matang.
Luis Enrique membawa filosofi tenang tapi tajam. Gol Ousmane Dembele di Emirates menjadi penentu arah, lalu Fabian Ruiz dan Hakimi memastikan langkah mereka di Paris. Tidak ada drama berlebihan, hanya eksekusi yang tepat.
Lima tahun berselang, PSG kembali berdiri di titik yang sama. Namun, kali ini, mereka bukan lagi pendatang baru. Mereka datang sebagai penantang sejati, siap merebut trofi yang belum pernah mereka miliki.
Inter Milan: Luka yang Menempa, Mimpi yang Menyala
Inter Milan mencapai final dengan kisah yang lebih liar. Menyingkirkan Barcelona dengan agregat 7-6 adalah bukti bahwa mereka bukan hanya bermain dengan taktik, tapi juga dengan hati dan nyali.
Simone Inzaghi membentuk tim dengan harmoni yang langka. Di antara pemain berpengalaman dan darah muda, Inter menemukan karakter yang bisa menahan tekanan. Mereka bukan hanya menyerang, tapi juga bertahan dengan keberanian.
Setelah kegagalan di final 2023, Inter kembali ke puncak dengan harapan besar. Sejak kejayaan di 2010 bersama Mourinho, inilah momen mereka untuk kembali mencetak sejarah. Allianz Arena siap menjadi saksi kebangkitan Nerazzurri.
Munchen: Kota yang Menyimpan Sejarah dan Janji
Munchen bukan kota biasa dalam peta Liga Champions. Di sini, sejarah besar pernah ditulis—oleh Marseille, oleh Milan, dan bahkan oleh pemain-pemain yang kariernya berakhir terlalu dini, seperti Marco van Basten.
Kini, Allianz Arena memanggil generasi baru untuk menciptakan legenda mereka sendiri. PSG dan Inter bukan hanya membawa nama klub, tapi juga harga diri dua negara yang ingin kembali menguasai Eropa.
Tiga puluh dua tahun sejak gol Boli di Olympiastadion, kini duel Prancis vs Italia hadir lagi di kota yang sama. Kali ini, nuansanya berbeda. Dunia menunggu jawaban: apakah trofi akan terbang ke Paris, atau kembali ke tangan Italia lewat jalan Nerazzurri?