Liputan6.com, Jakarta Perubahan besar kembali menghampiri sepak bola Indonesia. Liga 1 yang kini berganti nama menjadi Super League, siap memasuki era baru dengan regulasi baru: setiap klub boleh mendaftarkan 11 pemain asing, dengan delapan di antaranya bisa dimainkan dalam satu pertandingan.
Keputusan ini diumumkan oleh Direktur Utama I-League, Ferry Paulus, usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang digelar belum lama ini. Menurut Ferry, langkah ini diambil atas kesepakatan mayoritas klub peserta. Tujuan utamanya jelas: meningkatkan daya saing klub-klub Indonesia di pentas Asia.
“Kalau kita melihat regulasi musim lalu itu kan enam pemain asing bermain, delapan didaftarkan. Klub-klub merasa seperti ‘nanggung’. Sekarang, didaftarkan boleh 11, yang bermain tetap delapan,” ujar Ferry.
Di balik angka-angka itu, regulasi ini menyimpan potensi pergeseran besar dalam lanskap kompetisi. Klub-klub kini dihadapkan pada dilema: mengejar prestasi dengan kekuatan asing, atau tetap konsisten mengembangkan pemain lokal?
Antara Ambisi Asia dan Realita di Ruang Ganti
Menurut Ferry, tambahan kuota pendaftaran pemain asing ini tidak akan mengganggu ruang bagi pemain lokal. Ia menegaskan bahwa meski 11 bisa didaftarkan, penggunaan tetap maksimal delapan pemain asing di atas lapangan. Namun, tidak semua pihak seoptimistis itu.
General Manajer Arema FC, Yusrinal Fitrianadi, melihat adanya potensi konflik di dalam tim akibat banyaknya pemain asing yang tidak mendapatkan menit bermain. Karena itu, Arema FC memilih untuk tak mengontrak 11 pemain asing.
“Delapan yang bermain dari 11 pemain, artinya ada tiga pemain asing yang tidak bermain. Itu agak problem di tim, bisa mengganggu ruang ganti. Paling banyak Arema FC pakai sembilan pemain asing saja, sesuai kebutuhan," kata Yusrinal.
Sementara itu, Madura United melalui Komisaris mereka, Zia Ul Haq, menilai keputusan ini sebagai hasil kompromi dari dinamika internal para pemegang saham I-League. Baginya, regulasi 8+11 bukan hal baru.
“Sudah pernah dibahas sebelumnya. Bagi kami tidak ada masalah,” ujarnya singkat.
Nasib Pemain Lokal dan Masa Depan Timnas
Tak sedikit pihak yang menyayangkan regulasi ini. Salah satunya adalah pengamat sepak bola nasional, Akmal Marhali. Ia menyebut keputusan tersebut terlalu tergesa-gesa dan bisa berdampak negatif dalam jangka panjang, baik secara finansial maupun teknis.
"Ini sangat merugikan pengembangan pemain lokal Indonesia. Kita bukan negara maju sepak bola yang bisa mengekspor pemain lokal ke luar negeri,” katanya.
Akmal mengingatkan soal pengalaman Arab Saudi yang prestasinya sempat menurun akibat terlalu terbuka terhadap pemain asing.
"Pemain asing pasti direkrut untuk dimainkan. Artinya, pemain lokal akan kehilangan tempat dan sulit berkembang. Ujungnya, Timnas juga yang kena imbas,” tegasnya.
Nada serupa disampaikan Presiden Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI), Andritany Ardhiyasa. Meski tidak menolak regulasi secara langsung, ia menyoroti pentingnya memberi menit bermain kepada pemain lokal.
“Kalau muara dari kompetisi ini adalah prestasi Tim Nasional, maka regulasi ini kontradiktif dengan pernyataan pelatih Patrick Kluivert. Kalau pemain tidak punya menit bermain di klub, bagaimana mereka bisa dapat kesempatan di Timnas?," kata kiper Persija Jakarta itu.
Belajar dari Merosotnya Timnas Arab Saudi
September 2024 lalu, Timnas Arab Saudi bermain imbang 1-1 lawan Timnas Indonesia di kandang sendiri. Sang pelatih, Roberto Mancini, membuat keluhan yang bisa jadi refleksi bagi kondisi sepak bola terkini terkait dengan minimnya menit bermain para pemain lokal.
"Para pemain Timnas Arab Saudi harus rutin bermain terutama dengan klub mereka. Saya memiliki 20 pemain yang duduk sebagai pemain pengganti di pertandingan lokal," ucap Mancini dikutip dari Arriyadiyah.
"Tidak ada solusi untuk dilema ini," tegas pria yang pernah melatih Timnas Italia tersebut.
Saudi Pro League membuka keran pemain asing lebar-lebar. Perubahan besar dibuat untuk mengakomodir kedatangan Cristiano Ronaldo dan banyak pemain top lain. Kini, setiap klub Saudi Pro League bisa mendaftarkan 10 pemain dan memainkan delapan diantaranya.
"Ingat, Arab Saudi prestasinya menurun karena membuka ruang global kepada pemain asing sehingga pemain-pemain nasional mereka minim yang bermain," kata Akmal.
Regulasi Bakal Paksa Pemain Lokal Hijrah ke Luar Negeri?
Dari sudut pandang lain, dengan dibukanya keran pemain asing, situasi ini bisa membuat pemain lokal keluar dari zona nyaman. Mereka akan dipaksa untuk tidak membuang kesempatan dan berani mengambil langkah besar dengan bergabung dengan klub luar negeri.
Namun, Akmal mengingatkan bahwa Indonesia belum berada pada level negera pengekspor pemain keluar negeri. Indonesia bukan Brasil, Argentina, atau bahkan Jepang yang banyak mengirim banyak pemain sepak bola ke berbagai penjuru dunia.
"Sementara, Indonesia masih sangat sulit. Jangankan main di level Eropa atau Asia, bermain di ASEAN saja kita sangat kesulitan untuk mengekspor pemain lokal kita," kata Akmal.
Soal persaingan, Andritany meyakini bahwa pemain lokal tidak pernah takut. Namun, eks kiper Timnas Indonesia itu meminta agar persaingan dibuat secara adil mulai dari aspek fasilitas, infrastruktur dan ekosistem yang berkualitas, seperti negara-negara yang memang industri sepakbolanya telah berjalan dengan baik.
"Sebagai asosiasi yang menaungi pemain lokal dan juga asing, APPI tidak mempermasalahkan berapapun kuota pemain asing yang ada. Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana dengan jam terbang talenta lokal di Indonesia," kata Andritany.