BI Ramal The Fed Bakal Pangkas Suku Bunga

2 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menilai prospek penurunan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS), Fed Fund Rate (FFR), semakin kuat. Hal ini sejalan dengan naiknya tingkat pengangguran di AS dan tren penurunan inflasi di negara tersebut.

"Profabilitas penurunan Fed Fund Rate juga semakin tinggi dan kita akan menunggu keputusan penurunan fed fund rate tentu itu pada esok hari. Penurunan profabilitas Fed Fund Rate Yang semakin tinggi tadi sejalan dengan naiknya tingkat pengangguran di Amerika Serikat dan juga tren penurunan inflasi di sana," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers RDG September 2025, Rabu (17/9/2025).

Perry menjelaskan, kondisi tersebut memperbesar kemungkinan bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) mengambil langkah akomodatif. Ekspektasi penurunan FFR juga tercermin dari melemahnya imbal hasil (yield) US Treasury.

Di sisi lain, kata Perry, pasar keuangan global mulai merespons dengan menekan indeks dolar Amerika Serikat (DXY). Hal ini membuka peluang perubahan signifikan dalam arus modal internasional.

"Di pasar keuangan global imbal hasil atau Yield US treasury juga menurun atau sejalan dengan ekspektasi penurunan saya di fan red dan mendorong pelemahan indeks mata uang dolar Amerika Serikat DXY," ujar dia.

Perlu Tunggu Pengumuman Resmi

Jika The Fed benar-benar menurunkan FFR, arus dana ke aset berisiko, termasuk emerging market, berpotensi meningkat. Namun, BI mengingatkan kepastian keputusan The Fed masih perlu menunggu pengumuman resmi dalam waktu dekat.

"Dengan masih tingginya ketidakpastian aliran modal global ke komoditas emas semakin meningkat sedangkan aliran modal ke emerging market sedikit tertahan," ujarnya.

Dampak ke Nilai Tukar dan Pasar Keuangan

Perry menyampaikan potensi penurunan FFR diperkirakan memberi ruang bagi penguatan mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.

Meski demikian, volatilitas pasar diperkirakan tetap tinggi. Aliran modal bisa sewaktu-waktu berbalik arah apabila kondisi global kembali diliputi ketidakpastian.

"Ke depan volatilitas pasar keuangan global Masih terus berlanjut sehingga perlu diantisipasi dengan penguatan berbagai respon dan koordinasi kebijakan untuk menjaga ketahanan ekonomi dalam negeri," ujarnya.

Perekonomian Dunia

Perry menyoroti perekonomian dunia masih dalam tren melambat akibat dampak penerapan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) dan ketidakpastian yang masih tinggi.

Berbagai indikator menunjukkan perlambatan pertumbuhan ekonomi terjadi di sebagian besar negara disertai dengan disparitas pertumbuhan antar negara.

"Di Amerika Serikat keyakinan pelaku ekonomi menurun seiring implementasi kebijakan tarif yang berdampak pada melemahnya konsumsi rumah tangga dan naiknya tingkat pengangguran," pungkasnya.

The Fed Bakal Pangkas Suku Bunga Acuan

Sebelumnya, bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) akan memangkas suku bunga 25 basis poin (bps) pada pertemuan dua hari 16-17 September 2025. Penurunan suku bunga acuan itu akan membawa suku bunga acuan the Fed di kisaran 4%-4,25%, level terendah sejak akhir 2022.

Mengutip laman BBC, Rabu (17/9/2025), langkah pemangkasan suku bunga pertama sejak Desember lalu akan memicu serangkaian pemangkasan tambahan dalam beberapa bulan mendatang. Hal ini akan membantu menurunkan biaya pinjaman di seluruh Amerika Serikat (AS).

Namun, the Fed membawa peringatan tentang ekonomi yang mencerminkan meningkatnya konsensus di the Fed kalau pasar tenaga kerja yang stagnan membutuhkan dorongan dalam bentuk suku bunga lebih rendah.

The Fed juga kemungkinan besar tidak akan memuaskan presiden yang telah menyerukan pemotongan suku bunga lebih besar.

Dalam banyak hal, tidak mengherankan the Fed yang menetapkan kebijakan suku bunga secara independent dari Gedung Putih, akan memangkas suku bunga.

Inflasi yang melanda ekonomi setelah pandemi COVID-19 dan mendorong bank untuk menaikkan suku bunga pada 2022 telah turun signifikan.

Read Entire Article
Bisnis | Football |