Liputan6.com, Jakarta Timnas Indonesia menemukan formula solid di sektor ini lewat kombinasi tiga pemain yang bisa disebut 'Trio JJR', Justin Hubner, Jay Idzes, dan Rizky Ridho. Trio jadi bukti keberlanjutan era pelatih Shin Tae-yong dan Patrick Kluivert.
Kisah Trio JJR dimulai pada 21 Maret 2024. Kala itu, Indonesia menghadapi Vietnam dalam laga krusial Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia di Stadion Gelora Bung Karno.
Untuk pertama kalinya, Shin Tae-yong menurunkan Justin Hubner, Jay Idzes, dan Rizky Ridho secara bersamaan sebagai tiga bek tengah. Hasilnya impresif: pertahanan rapat, clean sheet, dan kemenangan 1-0 atas sang rival regional.
Lima hari berselang, skenario yang sama terulang. Kali ini di Stadion My Dinh, markas Vietnam, Indonesia kembali menang dengan skor identik 1-0. Sejak saat itu, trio JJR menjadi andalan baru yang menunjukkan kestabilan dalam permainan bertahan Garuda.
Konsistensi di Tengah Transisi
Kemenangan atas Filipina (11 Juni 2024), Arab Saudi (19 November 2024), dan Bahrain adalah bukti lain dari kokohnya benteng pertahanan Timnas ketika dikawal JJR. Ketiganya mampu menutup ruang, membaca permainan lawan, dan menjaga struktur pertahanan secara disiplin.
Namun segalanya sempat berubah ketika Patrick Kluivert ditunjuk sebagai pelatih kepala menggantikan Shin Tae-yong. Dalam debutnya, Kluivert mencoba formula baru dengan memasang trio Calvin Verdonk, Jay Idzes, dan Mees Hilgers.
Eksperimen ini berujung bencana: Indonesia dihantam Australia 1-5.
Eksperimen tersebut menyadarkan Kluivert bahwa tidak semua perubahan membawa hasil positif. Pada laga berikutnya, pelatih asal Belanda itu kembali ke skema yang sudah terbukti. Justin, Jay, dan Ridho kembali dimainkan melawan Bahrain, dan Indonesia pun kembali ke jalur kemenangan dengan skor 1-0.
Pertahanan yang Tak Tergantikan
kepercayaannya kepada Trio JJR saat Indonesia menjamu China di Stadion Gelora Bung Karno, 5 Juni 2025. Hasilnya tak berubah: clean sheet dan kemenangan 1-0.
Konsistensi inilah yang menjadikan JJR sebagai pilihan utama, tak sekadar karena rekam jejak, tetapi karena performa nyata di lapangan.
Kombinasi JJR memperlihatkan bahwa warisan Shin Tae-yong bukan hanya terletak pada regenerasi pemain, tetapi juga pada struktur dan filosofi permainan. Ketiganya tak hanya bermain bersama, tetapi saling melengkapi. Kluivert mengakuinya dan melanjutkan kombinasi ideal tersebut.