Jakarta - Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) 2014-2023 yang sekarang menjabat sebagai Komisaris Utama, Iwan Setiawan Lukminto ditangkap oleh Kejaksaan Agung pada Selasa malam, 20 Mei 2025.
Hal itu disampaikan Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Febrie Adriansyah.
"Betul (Iwan) malam tadi ditangkap di Solo,” ujar Febrie saat dikonfirmasi, Rabu (21/5/2025).
Febrie pun tidak berbicara lebih lanjut setelah Direktur Utama (Dirut) Sritex itu ditangkap.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar menuturkan, penyelidikan kasus korupsi setelah pihaknya mendapatkan informasi dari masyarakat adanya tindak pidana korupsi oleh PT Sritex.
Perusahaan tersebut meninggalkan jejak utang yang sangat besar sehingga menyebabkan kepailitan. Meskipun perusahaan tersebut merupakan pihak swasta, kejagung tetap mengusut kasus tersebut karena dinilai ada kerugian negara yang terjadi dengan keterlibatan dari bank daerah.
"Karena ada dana yang ditempatkan disana oleh negara dan yang dipisahkan. Nah itu juga bagian dari keuangan negara sebagaimana penjelasan dalam undang-undang 17 ya," ujar Harli.
Dalami Dugaan Korupsi
Penyidik kejagung hingga saat ini masih mendalami dugaan letak terjadinya tindak pidana korupsi tersebut apakah ketika sebelum dinyatakan pailit atau sesudahnya. Kejagung juga enggan membeberkan pihak-pihak bank daerah yang diduga terlibat.
"Nah inilah yang menjadi hal yang harus digali oleh penyidik untuk melihat apakah ada disitu ada peristiwa pidana berbuatan melawan hukum yang terindikasi merugikan keuangan negara atau daerah," pungkas Harli.
Kejagung Sidik Kasus Dugaan Korupsi Terkait Sritex
Sebelumnya, penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi yang berkaitan dengan perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman (Sritex).
“Masih penyidikan umum, dalam hal pemberian kredit bank kepada Sritex,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar, Kamis (1/5/2025), seperti dilansir Antara.
Adapun terkait sejak kapan penyidikan tersebut dimulai, Kapuspenkum belum bisa membeberkannya.
Diketahui, PT Sritex dinyatakan pailit pada bulan Oktober 2024 dan resmi menghentikan operasional per 1 Maret 2025.
Kurator kepailitan PT Sritex mencatat tagihan utang dari para kreditur perusahaan tekstil tersebut dengan jumlah mencapai Rp29,8 triliun.
Dalam daftar piutang tetap tersebut tercatat 94 kreditur konkuren, 349 kreditur preferen, serta 22 kreditur separatis.
Kreditur preferen atau kreditur dengan hak mendahului karena sifat piutangnya oleh undang-undang diberi kedudukan istimewa antara lain Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo, Kantor Bea dan Cukai Surakarta dan Semarang, Kantor Ditjen Bea Cukai Wilayah Jawa Tengah-DIY, serta Kantor Pelayanan Pajak Modal Asing IV.
Tagihan Sejumlah Bank
Tagihan
Sementara itu, dalam daftar kreditur separatis dan konkuren, terdapat tagihan dari sejumlah bank serta perusahaan yang merupakan rekan usaha pabrik tekstil tersebut.
Dalam tagihan yang diajukan oleh beberapa lembaga keuangan tersebut, terdapat piutang dengan nominal sangat besar.
Pada akhirnya, rapat kreditur dalam kepailitan PT Sritex menyepakati tidak dilaksanakan keberlanjutan usaha atau going concern yang selanjutnya dilakukan pemberesan utang.
Korban PHK
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat korban pemutusan hubungan kerja (PHK) PT Sritex mencapai 11.025 yang terjadi secara bertahap sejak Agustus 2024 hingga Februari 2025.