Liputan6.com, Jakarta Harga minyak turun tipis pada hari Selasa (Rabu waktu Jakarta) karena ketidakpastian dalam negosiasi AS-Iran dan pembicaraan damai Rusia-Ukraina. Sementara data pemerintah baru memberikan prospek yang hati-hati bagi ekonomi China, importir minyak mentah utama.
Dikutip dari CNBC, Rabu (21/5/2025), harga minyak Brent turun 16 sen, atau sekitar 0,24%, dan ditutup pada harga USD 65,38 per barel. Sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 13 sen atau 0,21%, menjadi USD 62,56.
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menyuarakan keraguan mengenai apakah perundingan nuklir dengan AS akan menghasilkan kesepakatan saat Teheran meninjau proposal untuk mengadakan putaran negosiasi kelima.
Kesepakatan antara kedua negara akan memungkinkan Iran untuk meningkatkan ekspor minyak sebesar 300.000 barel hingga 400.000 barel per hari jika sanksi dilonggarkan, kata analis StoneX Alex Hodes.
Harga dibatasi oleh sikap Presiden AS Donald Trump yang menunjukkan bahwa dia tidak siap untuk bergabung dengan Eropa dengan sanksi baru untuk menekan Moskow. Sementara Presiden Vladimir Putin dan Ukraina akan segera memulai negosiasi untuk gencatan senjata.
Banyak Minyak Rusia Masuk ke Pasar
“Namun, penyelesaian langsung perang Rusia/Ukraina tampaknya tidak mungkin. Jadi, meskipun hal itu dapat menyebabkan lebih banyak minyak dari Rusia masuk ke pasar, hal itu akan terjadi pada waktunya dan tidak pasti karena Rusia masih terikat dengan kewajibannya terhadap OPEC+,” kata Kpala Analis Komoditas Bjarne Schieldrop.
Yang menambah tekanan pada harga minyak adalah data yang menunjukkan perlambatan pertumbuhan output industri dan penjualan eceran di China, importir minyak terbesar dunia,. Sementara para analis memperkirakan adanya perlambatan dalam permintaan bahan bakar.
Namun, analisis tersebut tidak mencerminkan jeda tarif selama 90 hari antara AS dan China, dengan Goldman Sachs menunjuk pada peningkatan arus perdagangan China pada Senin malam.
Analis Tamas Varga menyatakan di luar ekonomi makro, geopolitik, dan lingkungan perdagangan utama saat ini, sulit untuk memastikan kapan suasana akan berubah drastis.
Harga Minyak Mentah Naik Tipis, Pembicaraan Nuklir Iran Buntu
Sebelumnya, harga minyak mentah naik tipis pada perdagangan hari Senin karena tanda-tanda kegagalan perundingan Amerika Serikat (AS) dengan Iran mengenai program nuklir. Penguatan harga minyak mentah tak begitu besar karena adanya tekanan dari penurunan peringkat kredit AS oleh Moody's.
Mengutip CNBC, Selasa (20/5/2025), harga minyak mentah Brent naik 13 sen, atau 0,2% ditutup pada USD 65,54 per barel, sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 20 sen atau 0,32%, ditutup pada USD 62,69 per barel.
Kedua kontrak minyak mentah ini naik lebih dari 1% minggu lalu.
Perundingan nuklir antara Iran dan AS tidak akan menghasilkan apa-apa karena Pemerintahan Washington bersikeras agar Teheran menghentikan aktivitas pengayaan uranium. Hal ini ditulis oleh media pemerintah Iran mengutip pernyataan Wakil Menteri Luar Negeri Majid Takht-Ravanchi pada hari Senin.
Analis StoneX Alex Hodes mengatakan, pernyataan itu merusak harapan akan tercapainya kesepakatan antara kedua pihak, yang akan membuka jalan bagi pelonggaran sanksi AS dan memungkinkan Iran untuk meningkatkan ekspor minyak sebesar 300.000 hingga 400.000 barel per hari.
“Peningkatan potensial itu tampaknya sangat tidak mungkin sekarang,” katanya.
Peringkat AS
Namun, harga minyak berada di bawah tekanan dari penurunan peringkat kredit negara AS oleh Moody's, yang menimbulkan pertanyaan tentang kesehatan ekonomi negara konsumen minyak terbesar di dunia, serta data yang menunjukkan perlambatan pertumbuhan produksi industri dan penjualan eceran di Tiongkok, importir minyak terbesar.
“Data China yang lebih lemah dari perkiraan tidak membantu minyak mentah, meskipun saya akan menggambarkan kemunduran itu sebagai hal yang sederhana,” kata analis UBS Giovanni Staunovo.
Tekanan pada pasar minyak bertambah dengan komentar dari Menteri Keuangan AS Scott Bessent, yang mengatakan bahwa Presiden Donald Trump akan mengenakan tarif pada tingkat yang diancamkannya bulan lalu pada mitra dagang yang tidak bernegosiasi dengan "itikad baik."
Analis Again Capital New York John Kilduff menambahkan, harga minyak kemungkinan akan tetap bergejolak di masa mendatang karena investor mencari informasi terbaru tentang tarif, negosiasi AS-Iran, dan pembicaraan untuk mengakhiri perang di Ukraina.