Ini Alasan Sebenarnya Trump Kenakan Pajak Impor Tinggi

1 day ago 5

Liputan6.com, Jakarta Di balik jargon “resiprokal” dan perlindungan industri dalam negeri, ternyata tarif impor tinggi ala Donald Trump punya alasan yang lebih sederhana dari kelihatannya bahkan terkesan sembrono. Indonesia termasuk salah satu negara yang kena getahnya.

Dikutip dari CNN Business, Minggu (6/4/2025), kebijakan tarif Trump bukan didasarkan pada analisis tarif aktual atau hambatan dagang nyata, melainkan semata karena defisit perdagangan.

Negara yang mengekspor lebih banyak ke AS dibanding mengimpor langsung dicap sebagai “masalah”. Rumus yang digunakan bahkan dikritik karena terlalu sederhana, yakni defisit dibagi ekspor, lalu dikalikan 1/2.

Padahal, menurut para ekonom, defisit perdagangan bukanlah masalah struktural yang otomatis merugikan. Justru cara Trump membaca data ekonomi dan memakainya sebagai dasar kebijakan menimbulkan risiko perang dagang global.

Indonesia sendiri meski tarif MFN-nya tak tinggi tetap masuk daftar target karena dianggap menyumbang pada “ketimpangan” neraca dagang versi Trump.

15 Negara Tertekan

Sebagian besar dari 15 negara dengan defisit perdagangan tertinggi terhadap AS mengalami tekanan dari tarif tinggi Trump. Termasuk di dalamnya Tiongkok, Vietnam, India, dan negara-negara Uni Eropa, termasuk Indonesia.

Ekonom Tak Sepakat dengan Logika Dagang Trump

Kepala ekonom di RSM Joe Brusuelas, mengatakan masalah utama yang diangkat oleh pemerintahan Trump sebenarnya lebih banyak terkait dengan hambatan non-tarif seperti subsidi industri, regulasi kebersihan, atau sistem birokrasi yang tidak transparan. Namun, para ekonom menilai bahwa pendekatan yang digunakan Trump tidak menyasar akar masalah secara langsung.

“Ini hanya upaya ad hoc untuk menghukum negara-negara dengan neraca dagang besar terhadap AS,” ujar Kepala ekonom di RSM Joe Brusuelas.

Padahal, menurutnya, neraca dagang lebih mencerminkan gaya konsumsi dan tabungan domestik AS ketimbang kebijakan perdagangan negara lain.

Dalam berbagai kesempatan, Trump menyebut defisit perdagangan sebagai krisis nasional yang mengancam pekerjaan dan pabrik dalam negeri.

Tapi tidak semua ahli sepakat. Profesor John Dove dari Troy University menyatakan, “Jika saya belanja di toko dan membayar dengan uang tunai, saya mengalami defisit dengan toko itu. Tapi apakah saya rugi? Tentu tidak," ujar Dove.

Defisit, kata para ekonom, hanyalah hasil dari dinamika pasar terbuka, bukan sesuatu yang otomatis buruk. Namun, Trump berargumen bahwa tarif bisa digunakan untuk mengoreksi defisit dan sekaligus meningkatkan pendapatan negara.

Risiko Retaliasi Global

Kekhawatiran terbesar dari kebijakan ini adalah pembalasan dari negara-negara mitra. Tarif tinggi AS bisa dibalas dengan tarif serupa, memicu perang dagang yang merugikan semua pihak.

Profesor John Dove memperingatkan, jika negara-negara lain bersatu melawan kebijakan proteksionis AS.

"Kita bisa berada dalam situasi di mana 25% ekonomi dunia berhadapan dengan 75% sisanya dan saya tahu siapa yang lebih mungkin menang," pungkas Dove.

Read Entire Article
Bisnis | Football |