Liputan6.com, Jakarta Minggu ini menjadi salah satu pekan paling bergejolak dalam sejarah pasar keuangan global dalam beberapa dekade terakhir, termasuk gejolak harga emas. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menciptakan kejutan besar dengan menerapkan paket tarif impor yang sangat luas, memicu kekacauan yang meluas di pasar dan menimbulkan kekhawatiran besar tentang masa depan perdagangan internasional.
Di tengah kejutan tersebut, emas meskipun mencatat penurunan 2,5% tetap menunjukkan kekuatannya sebagai aset pelindung di tengah ketidakpastian.
Dikutip dari Kitco.com, Senin (7/4/2025), sejak awal masa jabatannya, Presiden Donald Trump dikenal dengan pendekatan proteksionis dalam kebijakan perdagangannya. Namun, pengumuman pada hari Rabu (2/4) mengejutkan banyak pihak.
Goncang Perdagangan Global
Dengan satu pengumuman dramatis yang bahkan digambarkan oleh sebagian pedagang sebagai “poster raksasa" Trump memberlakukan salah satu kebijakan tarif terbesar yang pernah diterapkan oleh AS.
Alih-alih mengambil pendekatan yang terarah dan terbatas seperti yang diharapkan oleh banyak analis dan pelaku pasar, Trump justru mengguncang pondasi perdagangan global.
Ini bukan sekadar ketidakpastian ekonomi ini adalah gangguan sistemik yang menciptakan apa yang digambarkan sebagai “kehancuran ekonomi yang pasti.”
Kebijakan tarif ini langsung berdampak pada rantai pasokan global, memicu gangguan terbesar sejak krisis pandemi COVID-19. Perusahaan multinasional yang sangat bergantung pada jaringan produksi global kini dipaksa untuk menilai ulang strategi mereka, sementara pasar keuangan global mengalami tekanan luar biasa.
Pasar Saham Tertekan, Emas Tetap Jadi Penjaga Nilai
Kondisi pasar saham minggu ini mencerminkan kekhawatiran yang mendalam dari investor global. Indeks utama seperti S&P 500 anjlok 9% hanya dalam satu minggu—penurunan paling tajam sejak Mei 2020.
Sentimen pasar yang sebelumnya rapuh kini benar-benar terguncang oleh kekhawatiran akan perlambatan ekonomi, meningkatnya inflasi, dan risiko resesi global.
Namun, di tengah semua tekanan ini, emas menunjukkan kekuatan relatifnya. Memang benar, harga emas turun 2,5% dalam sepekan, mengakhiri tren kenaikan selama lima minggu berturut-turut.
Jika dibandingkan dengan penurunan tajam di pasar saham, penurunan emas tergolong kecil. Harga spot emas masih bertahan di atas level psikologis penting, USD3.000 per ons.
Para analis memperingatkan bahwa harga masih memiliki ruang untuk turun, dengan potensi menguji level dukungan di sekitar USD2.800 per ons. Namun demikian, banyak yang melihat koreksi ini sebagai peluang jangka panjang bagi investor yang ingin masuk ke pasar logam mulia.
Emas dan Politik Global: "America Alone" dan Diversifikasi Dolar
Salah satu implikasi besar dari kebijakan tarif Trump adalah perubahan persepsi global terhadap AS sebagai mitra dagang. Beberapa analis menilai bahwa slogan "America First" kini mulai bergeser menjadi "America Alone", di mana negara-negara lain mulai mencari mitra dagang baru yang lebih stabil dan dapat diandalkan.
Jika tren ini berlanjut, dampaknya bisa meluas ke sektor keuangan global. Bank-bank sentral di seluruh dunia kemungkinan akan mempercepat diversifikasi cadangan devisa mereka dari dolar AS. Dalam skenario seperti ini, emas menjadi pilihan utama karena perannya sebagai aset moneter yang independen dan bebas dari risiko politik satu negara.
Meskipun emas masih menunjukkan ketahanan, logam mulia lainnya seperti perak mengalami nasib berbeda. Harga perak anjlok hampir 14% dalam seminggu, turun di bawah USD30 per ons. Penurunan ini terjadi karena lebih dari setengah permintaan perak berasal dari sektor industri, yang sangat rentan terhadap perlambatan ekonomi dan gangguan perdagangan global.
Rasio emas terhadap perak kini melonjak di atas angka 100—level tertinggi sejak Juni 2020 menandakan bahwa emas saat ini jauh lebih unggul dalam menarik minat investor.
Namun, para analis belum menyerah terhadap perak. Dalam jangka panjang, tren global menuju elektrifikasi dan energi bersih akan terus mendukung permintaan logam industri, termasuk perak. Diharapkan, setelah gejolak perdagangan mereda dan stabilitas kembali tercipta, harga perak akan mulai mengejar ketertinggalannya terhadap emas.