Liputan6.com, Jakarta Perang dagang yang dicetuskan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump dinilai sudah diprediksi oleh Presiden RI Prabowo Subianto. Hal ini tercermin dari kebijakan dan strategi pemerintah Indonesia.
“Menurut saya, sudah diprediksi jauh-jauh hari oleh Presiden Prabowo Subianto akan segera terjadi. Buktinya, Prabowo sudah menyiapkan strategi ekonomi dan diplomasi yang memperkuat kedaulatan ekonomi dalam negeri, seperti dengan hilirisasi, memperkuat kemitraan dengan negara lain, mencetuskan Danantara agar investasi manufaktur tidak tergantung asing. Dengan fakta ini, artinya Prabowo sudah berpikir jauh ke depan,” jelas Direktur Indonesia Political Review (IPR) Iwan Setiawan, dikutip Senin (7/4/2025).
Iwan menilai perang dagang seperti ini pasti akan terjadi dan memang tidak ada jalan lain bagi Indonesia selain menghadapinya dengan berani.
“Pemerintah harus menghadapinya dengan gagah berani demi melindungi kepentingan nasional, baik itu dengan strategi ekonomi yang matang maupun menggalang kekuatan dengan banyak negara melalui diplomasi,” ujar dia.
Iwan pun mengapresiasi langkah Prabowo hari ini yang gerak cepat melakhkan phone call dengan para pimpinan negara ASEAN dan juga Presiden Prancis untuk membicarakan strategi menghadapi Donald Trum
“Patut kita apresiasi dan dukung. Negara-negara ini juga bisa diusahakan menjadi alternatif pasar ekspor yang lebih stabil dan tidak bergantung pada kebijakan proteksionis negara lain. Contohnya, Indonesia dapat meningkatkan kerja sama perdagangan dengan negara-negara di Asia, Eropa, dan Timur Tengah,” ucapnya.
“Perang dagang ini juga menjadi ujian Pemerintahan Prabowo-Gibran di tahun pertama kepemimpinan mereka. Semoga perang dagang ini bisa dimanfaatkan sebagai peluang juga untuk menjadikan negara Indonesia lebih kuat dan lebih tangguh,” lanjutnya.
Ini Daftar Negara yang Kena Tarif Impor AS Lebih Besar dari Indonesia
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan ada sejumlah negara Asia Tenggara yang terkena tarif impor ke Amerika Serikat lebih tinggi dari Indonesia. Dia turut melihat peluang dari kondisi itu.
Diketahui, produk asal Indonesia dikenakan tarif 32 persen. Adapun, kisaran tarif bea masuk baru ke Amerika Serikat (AS) bagi negara Asia Tenggara berkisar 10-49 persen.
"Nah sebetulnya pengenaan terhadap negara-negara ASEAN juga relatif lebih tinggi dari kita yaitu Vietnam, Kamboja, kemudian juga Thailand. Yang lebih rendah dari kita adalah Malaysia, kemudian Filipina, dan Singapura," kata Airlangga dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (7/4/2025).
Rinciannya, Kamboja dikenakan tarif 49 persen, Laos terkena 48 persen, Vietnam terkena 46 persen, Myanmar terkena 44 persen, dan Thailand terkena 36 persen.
Sedangkan, negara dengan tarif lebih rendah dari Indonesia diantaranya, Brunei Darussalam dan Malaysia dengan 24 persen, Filipina 17 persen, dan Singapura 10 persen.
Sektor Makanan dan Pakaian
Menko Airlangga menyoroti sektor makanan dan pakaian hingga alas kaki menjadi yang paling terdampak.
"Penerapan tarif ini tentunya bagi Indonesia ada beberapa sektor utama yang terkena yaitu food and apparel karena itu juga menjadi andalan ekspor Indonesia. Tadi suara dari Apindo maupun (asosiasi) persepatuan juga kami dengar," katanya.
Intip Peluang
Dia menjelaskan, meski ada risiko tekanan, ternyata masih ada peluang yang terbuka. Mengingat lagi, negara saingan Indonesia di sektor tersebut dikenakan tarif lebih besar dari Indonesia.
"Namun kompetitor kita di sektor ini apakah itu China, Bangladesh, Vietnam, Kamboja itu bea masuknya di atas kita. Jadi itu juga menjadi pertimbangan, shifting produk itu juga kita perhatikan," ucap dia.
"Kemudian juga bagi Indonesia itu another kesempatan juga karena marketnya itu besar di Amerika," tambah Menko Airlangga.