Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan negara di Asia Tenggara akan mengedepankan negosiasi dengan Amerika Serikat. Artinya, tidak akan ada pengenaan tarif tinggi balasan terhadap produk asal AS.
Dia menjelaskan, pejabat sektor perdagangan negara-negara ASEAN akan berkumpul pada 10 April 2025 mendatang untuk mengambil sikap terhadap kebijakan tarif tinggi Presiden AS Donald Trump.
Namun, kecenderungannya Indonesia Cs akan mengambil opsi negosiasi ketimbang memilih menerapkan kebijakan balasan atau retaliasi.
"Pemimpin atau Menteri Perdagangan akan bertemu tanggal 10 (April 2025), Pak Mendag mungkin akan hadir di sana, dimana ASEAN akan mengutamakan negosiasi, jadi ASEAN tidak mengambil langkah retaliasi," kata Menko Airlangga dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (7/4/2025).
Dia mengatakan hampir seluruh negara ASEAN tak akan membalas tarif tinggi Donald Trump. Kebijakan impor barang asal negeri Paman Sam pun akan diubah di beberapa negara sebagai bagian dari negosiasi.
"Hampir semua negara ASEAN tidak retaliat. Jadi Vietnam sudah menurunkan semua tarifnya ke nol, kemudian Malaysia juga akan mengambil jalur negosiasi, demikian pula Kamboja dan Thailand," terangnya.
Menko Airlangga juga melihat peluang dalam perjanjian perdagangan bilateral dengan AS bertajuk Trade and Investment Framework Agreement (TIFA). Dalam negosiasi, negara ASEAN akan menyesuaikan perjanjian dagang tersebut.
Penyesuaian Perjanjian Dagang AS
Bagi Indonesia, perlu penyesuaian perjanjian dagang itu karena ada beberapa poin yang tak lagi relevan.
"Indonesia dan Malaysia akan mendorong yang namanya Trade Investment, TIFA karena kita, TIFA sendiri secara bilateral ditandatangan di tahun 1996 dan banyak isunya sudah tidak relevan lagi. Sehingga kita akan mendorong berbagai kebijakan itu masuk dalam TIFA," jelas dia.
"Jadi kita mengambil jalur yang sama. Kita akan mengambil jalur negosiasi. Jadi jalurnya yang kita samakan kemudian mekanisme, TIFA-nya kita samakan," tandas Menko Airlangga.
Vietnam-Thailand Kena Tarif AS Lebih Besar
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan ada sejumlah negara Asia Tenggara yang terkena tarif impor ke Amerika Serikat lebih tinggi dari Indonesia. Dia turut melihat peluang dari kondisi itu.
Diketahui, produk asal Indonesia dikenakan tarif 32 persen. Adapun, kisaran tarif bea masuk baru ke Amerika Serikat (AS) bagi negara Asia Tenggara berkisar 10-49 persen.
"Nah sebetulnya pengenaan terhadap negara-negara ASEAN juga relatif lebih tinggi dari kita yaitu Vietnam, Kamboja, kemudian juga Thailand. Yang lebih rendah dari kita adalah Malaysia, kemudian Filipina, dan Singapura," kata Airlangga dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (7/4/2025).
Rinciannya, Kamboja dikenakan tarif 49 persen, Laos terkena 48 persen, Vietnam terkena 46 persen, Myanmar terkena 44 persen, dan Thailand terkena 36 persen.
Tarif Lebih Rendah dari Indonesia
Sedangkan, negara dengan tarif lebih rendah dari Indonesia diantaranya, Brunei Darussalam dan Malaysia dengan 24 persen, Filipina 17 persen, dan Singapura 10 persen.
Menko Airlangga menyoroti sektor makanan dan pakaian hingga alas kaki menjadi yang paling terdampak.
"Penerapan tarif ini tentunya bagi Indonesia ada beberapa sektor utama yang terkena yaitu food and apparel karena itu juga menjadi andalan ekspor Indonesia. Tadi suara dari Apindo maupun (asosiasi) persepatuan juga kami dengar," katanya.
Intip Peluang
Dia menjelaskan, meski ada risiko tekanan, ternyata masih ada peluang yang terbuka. Mengingat lagi, negara saingan Indonesia di sektor tersebut dikenakan tarif lebih besar dari Indonesia.
"Namun kompetitor kita di sektor ini apakah itu China, Bangladesh, Vietnam, Kamboja itu bea masuknya di atas kita. Jadi itu juga menjadi pertimbangan, shifting produk itu juga kita perhatikan," ucap dia.
"Kemudian juga bagi Indonesia itu another kesempatan juga karena marketnya itu besar di Amerika," tambah Menko Airlangga.