Ralf Rangnick Umbar Akar Masalah Yang Bikin Manchester United Terpuruk Lebih Dari Satu Dekade

2 months ago 18

Liputan6.com, Jakarta Mantan manajer interim Manchester United, Ralf Rangnick, buka suara atas masalah kronis yang menimpa Setan Merah. Pria asal Jerman itu menyebut MU punya krisis kepemimpinan yang belum kunjung terselesaikan sejak era Sir Alex Ferguson berakhir.

Sejak kepergiannya, Manchester United memang telah melakukan belanja pemain secara besar-besaran. Namun, hasil di lapangan justru menunjukkan ketidaksesuaian antara investasi dan performa tim secara keseluruhan.

Rangnick menilai bahwa banyak keputusan besar di Manchester United diambil tanpa arah yang jelas. Ia mempertanyakan siapa sosok yang sebenarnya bertanggung jawab atas rencana jangka panjang klub selama beberapa tahun terakhir.

Perputaran pelatih yang terus terjadi pun menjadi indikator lain dari tidak adanya fondasi yang kuat dalam proyek pembangunan skuad. Rangnick menganggap perubahan ini justru memperparah situasi karena tidak adanya kesinambungan filosofi bermain.

Pengeluaran Besar, Hasil Mengecewakan

Ralf Rangnick menyoroti aktivitas transfer Manchester United yang sangat masif setelah kepergiannya. Ia mencatat bahwa klub telah menggelontorkan dana ratusan juta pounds untuk mendatangkan pemain-pemain baru.

Namun, menurutnya, belanja besar tersebut tidak diiringi dengan peningkatan performa yang signifikan di atas lapangan. Justru sebaliknya, tim mengalami kemunduran dan berada di luar zona papan atas Premier League.

Bagi Rangnick, kondisi ini menunjukkan adanya ketidakefektifan dalam perencanaan klub secara keseluruhan. Uang banyak dibelanjakan, tetapi fondasi tim masih belum stabil.

“Mereka telah menghabiskan 700, 800 juta pounds dan tim berada di urutan ke-15,” kata Rangnick kepada Sport.

Ketergantungan pada Pelatih Baru Tanpa Arah Jelas

Masalah utama yang diangkat Rangnick adalah ketiadaan struktur keputusan yang kuat di tubuh Manchester United. Ia menyebut klub terlalu sering mengganti pelatih, yang masing-masing datang dengan sistem permainan baru.

Akibatnya, pemain-pemain yang direkrut pun selalu bergantung pada filosofi pelatih yang sedang menjabat. Hal ini menciptakan siklus tidak sehat di mana tim tidak pernah mencapai stabilitas jangka panjang.

Rangnick menyoroti bahwa jika model ini terus berlanjut, maka pelatih berikutnya hanya akan meneruskan pola lama. “Mereka telah berganti pelatih berkali-kali.”

“Sekarang masih ada (Ruben) Amorim, yang merupakan pelatih yang sangat bagus, tetapi jika pada akhirnya tidak berhasil, pelatih lain akan datang, dengan sistem permainan atau filosofi barunya, ia akan mendatangkan pemain lain,” ujarnya.

Kepemimpinan yang Hilang Sejak Kepergian Ferguson

Dalam pandangan Rangnick, titik awal krisis kepemimpinan di Manchester United adalah kepergian Sir Alex Ferguson. Saat masih menjabat, Ferguson memegang kendali penuh atas arah klub, baik dalam perekrutan pemain maupun struktur organisasi.

Setelah Ferguson pensiun pada 2013, tidak ada sosok pengganti yang mampu mengemban peran strategis serupa. Hal ini membuat proses pengambilan keputusan menjadi tidak terarah dan sering berubah-ubah.

Rangnick menyebut bahwa kehilangan tokoh penting di balik layar juga turut memperburuk kondisi internal klub. "Saya pikir kita harus kembali ke tahun 2013, ketika Sir Alex meninggalkan klub,” ujarnya.

“Dan ketika ia masih di sana, ia adalah dalang dari segalanya. Ia mungkin juga membawa banyak orang penting ke klub. Dan ketika ia pergi, beberapa dari orang-orang itu mungkin meninggalkan klub bersamanya. Sejak saat itu, saya pikir klub memiliki masalah kepemimpinan: siapa yang benar-benar membuat keputusan dan mengapa mereka membuat keputusan itu?"

(Sport)

Read Entire Article
Bisnis | Football |